Kesehatan

Ternyata 26 Karyawan PTFI Yang Ditemukan Positif Covid, Sebagian Besar Turun di Bulan Juni

Jubir Covid-19 Mimika, Reynold Ubra

MIMIKA, BM

Pernyataan manajeman PTFI yang menyatakan 26 karyawan PTFI yang disebutkan positif Covid-19 saat melakukan cuti di Timika sejak lockdown Maret, ternyata tidak sesuai dengan data lapangan yang dikemukakan Tim Covid-19 saat melakuan tracing.

Juru Bicara Tim Gugus Tugas Reynold Ubra membantah pernyataan tersebut. Ia menyebutkan bahwa dari 26 karyawan, hanya 2 orang yang berada di Mimika pada Maret dan April. Sisanya turun ke Timika pada Bulan Juli.

Hal Ini ditegaskan Reynold Ubra berdasarkan data lapangan Tim Penyidikan Edpidemologi ketika melakukan tracing kasus atas temuan ini. Informasi ini mereka dapatkan saat melakukan proses wawancara.

"26 yang ditemukan positif ini akan naik ketika dilakukan swab. 2 orang sudah di Timika sejak Maret dan April. Tapi sebagian besar baru turun dari Tembagapura di bulan Juni. Mereka punya jawaban ada yang baru dua minggu bahkan ada yang baru beberapa hari turun setelah New Normal diberlakukan. Faktanya seperti itu," ujar Reynold Ubra.

Reynold Ubra tidak menyalahkan kondisi 26 karyawan ini. Ia bahkan mengatakan mereka tidak salah karena merekapun tidak tahu sudah terinfeksi karena tanpa gejala.

Hanya saja mereka tidak kooperatif ketika dilakukan tracing, bahkan petugas yang melakukan tracing terhadap mereka kena cacian dan makian.

"Bukan hanya itu, ada kata hinaan dan kotor dari karyawan juga ditulis di akun facebook. Sebenarnya kami bisa gunakan UU ITE karena saya pikir itu sangat tidak sopan. Siapa juga yang mau ada disana? Kami juga punya tempat kerja. Cuman karena situasi wabah sehingga kami punya tanggungjawab melindungi masyarakat termasuk karyawan, maka mereka seharusnya beritikad baik. Dari 26 orang hanya 2 yang punya itikad baik. Kami sangat sesalkan sikap mereka," ungkapnya.

Ubra menegaskan, dalam kondisi wabah Pandemi Covid-19 saat ini, sektor kesehatan paling menentukan dan bertanggungjawab terhadap keselamatan masyarakat termasuk karyawan di Timika.

"Ini wabah, kamu harus tunduk pada aturan pemerintah daerah. Kami melindungi semua orang. Bukan hanya masyarakat tapi juga karyawan. Kami bertanggungjawab atas keadaan saat ini. Kenapa ketegasan dan kedisipilnan ini kami lakukan? supaya masyarakat termasuk karyawan dan keluarga kalian tidak jadi korban," tegasnya.

"Kami punya baju untuk dimaki tapi ada batas makian. Saya sangat berharap itikad baik dari karyawan untuk mengikuti protokol yang kami perlakukan di sini. Semua wajib patuh termasuk penumpang dari luar yang mau ke Timika. Kami bukan hanya lindungi anda tapi juga keluargamu dan rekan-rekanmu yang lain," sesalnya.

Selain itu menurut Reynold Ubra, mereka ini ternyata tidak patuh melakukan isolasi mandiri. Bahkan ada yang sudah melakukan perjalanan ke mall, swalayan, pasar hingga gereja.

"Sama seperti yang lain, 26 kasus ini akan kami tracing bukan hanya anggota keluarga tapi kemana mereka pergi dan siapa-siapa yang sudah mereka temui. Kita akan konfirmasi untuk melihat jangan sampai penularan sudah meluas dimana-mana. Setelah itu kami akan dorong untuk isolasi mandiri sambil dipersiapkan untuk rapid atau PCR untuk yang kita tracing," jelasnya.

Reynold Ubra mengatakan terkait dengan keadaan 26 pasien ini, pada Selasa (14/7) kemarin, pihaknya melakukan pertemuan dengan manajemen PTFI.

"Pertemuan kemarin kami sampaikan karena Tembagapura dan Mimika Baru merupakan zona merah. Sangat baik dan bijak jika perpindahan ke wilayah ini karyawan turun harus di swab dengan PCR, kebetulan fasilitas PCR PTFI ada. Karena faktanya dengan tes antibodi saja, di atas negatif tapi ketika turun ke Timika bisa saja positif," ungkapnya.

Selain itu ia juga meminta agar manajemen PTFI mengingatkan karyawan mereka atas situasi saat ini. Mereka yang sudah di Timika harus kooperatif, menghargai dan mengikuti aturan pemerintah daerah terutama dalam menerapkan protokol kesehatan demi keselamatan banyak orang.

Hal ini disampaikan Reynold Ubra, pasalnya beberapa waktu lalu pihaknya juga menemukan salah satu karyawan positif yang lolos hingga ke Timika.

"Kasus yang lolos menurut penjelasan dari manajemen PTFI (PHMC) saat melakukan tes hasilnya antibodi positif IgG sehingga dianggap sudah selesai. Kalau kami di sini tidak bisa begitu karena orang yang antibodi IgG maupun IgM peluang positif PCR sama. Jadi kita tetap menganggap mereka adalah kasus yang harus dipantau," jelasnya. (Ronald)

Kabar Buruk, Mimika Bisa Sama Dengan Jayapura

Suasana Kota Timika beberapa hari lalu

MIMIKA, BM

Apa yang ditakutkan dan dikhawatirkan selama masa New Normal ini akhirnya terjadi. Penularan dan penyebaran virus Covid-19 di Mimika semakin tidak terhindarkan.

Dalam kondisi ini, sangat sulit untuk menyalahkan pemerintah daerah atau masyarakat yang menjadi biang kerok, mengapa keberadaan virus Wuhan ini semakin liar dan tidak terbendung di Mimika.

Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah regulasi daerah untuk membentengi virus ini. Bahkan kepercayaan pemerintah terhadap masyarakat juga dibuktikan dengan memberlakukan masa Tanggap Darurat New Normal.

Tujuannya agar warga Mimika tidak terhipnotis dan hidup dalam ketakutan berlebihan terhadap wabah ini. Selain itu, keberlangsungan hidup masyarakat dari ekonomi sehari-hari juga jangan sampai morat-marit.

Akses bandara dibuka, tidak ada pemberlakukan jam malam, pasar terbuka bebas, rutinitas kembali seperti sediakala, niatnya agar masyarakat Mimika dapat hidup berdampingan dengan Covid-19, pastinya dengan penerapan protokol kesehatan.

Di satu sisi, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan juga sebenarnya tidak terlalu longgar. Banyak warga Mimika mulai taat, patuh dan memahami secara edukasi bagaimana terhindar dari Covid-19.

Walau demikian, tidak bisa dipungkiri karena masih ada pula sebagian masyarakat yang selengean (takaruang-red) terhadap situasi saat ini.

Mereka masa bodoh, tidak ada lagi ketakutan, tidak mawas diri bahkan tidak sedikit yang mulai berasumsi dan beropini virus ini merupakan sebuah proyek pemerintah pusat termasuk pemerintah daerah.

Persepsi sempit yang tidak didasari dengan pengetahuan yang matang terhadap keadaan saat ini, sudah jelas membuat virus ini hidup dan berpesta pora dalam ketidaktahuan masyarakat.

Jika memang disimpulkan siapa yang salah dan siapa yang menjadi penyebab mata rantai ini terus menjalar, jawabannya sudah pasti sebagian kelompok masyarakat ini. Mereka yang tidak patuh dan tidak lagi takut terhadap Covid-19.

BeritaMimika mencatat, selama pemberlakuan New Normal jumlah kasus Covid-19 di Mimika mengalami penurunan namun setiap hari kasus baru selalu aktif.

BM mencatat selama New Normal, jumlah kasus baru di Mimika sebanyak 47 kasus sementara jumlah pasien sembuh 44 orang. Angka kasus terbanyak terjadi pada Kamis (9/7) dengan 15 kasus. Sementara kasus sembuh tertinggi terjadi pada Selasa (7/7) pekan lalu.

Kumulatif kasus positif secara keseluruhan hingga 12 Juli adalah 440 kasus. 369 orang sudah dinyatakan sembuh namun 65 masih dalam perawatan. Jumlah ODP 8 orang, PDP 75 dan OTG sebanyak 1050 orang.

Untuk pesebaran kasus, masih ada wilayah yang ditetapkan sebagai zona merah dan kuning. Wania yang beberapa hari lalu dikategorikan kuning kini menjadi zona merah bersama Tembagapura dan Mimika Baru yang selalu betah di zona ini.

Distrik Kuala Kencana juga paling sering berubah statusnya, walau hingga 12 April kembali menjadi zona kuning. Karena lonjakan kasus dari wilayah ini pun masih terus naik, Kelurahan Kuala Kencana masih ditetapkan sebagai Zona merah.

Jika melihat tabulasi data di atas, kebanyakan orang akan berpikir bahwa Mimika aman, apalagi lonjakan kasus tidak sebanyak 1 hingga 2 bulan belakangan.

Sayangnya, banyak yang mengabaikan jumlah OTG yang kini mencapai 1050 orang. Padahal polarisasi penularan Covid-19 di Mimika saat ini lebih dominan terhadap mereka yang masuk dalam kategori ini karena telah terjadi transmisi lokal.

Fokus tracing kasus Tim Gugus Covid-19 Mimika juga hampir tidak lagi terjadi pada penularan melalui cluster terdahulu namun mereka yang kini tidak bergejala. Dengan semua keadaan ini, pada akhirnya ketakutan yang ada selama ini benar-benar terbukti.

Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob menyampaikan secara resmi bagaimana kondisi Mimika saat ini pada Paripurna III Masa Sidang II tadi malam tentang Jawaban Pemda Mimika terhadap Pandangan Fraksi-Fraksi di DPRD.

"Tim gugus sudah bekerja keras menekan Covid-19, kita juga sudah bekerja keras siang malam untuk menangani persoalan ini namun angka reproduksi efektif kasus Covid-19 di Mimika kini meningkat," ungkapnya.

"2 Juli kita tetapkan New Normal angka reproduksi efektif penularan 0,34 artinya tidak ada lagi penularan. Hari ini dengan adanya New Normal, angka ini naik dari 0,34 jadi 2 persen," tambah Wabup John.

Padahal menurutnya tinggal beberapa hari lagi Mimika akan mengevaluasi penerapan New Normal yang berlangsung selama 14 hari.

"Kita sekarang harus sangat hati-hati, untuk itu saya berpesan dan meminta dukungan semua pihak agar kita menjaga protokol kesehatan, tetap memakai masker cuci tangan dan hindari kerumunan," harapnya.

Pelaksana Tugas Harian (Plt) Dinas Kesehatan Mimika, Reynold Ubra, kepada BeritaMimika mengatakan kondisi ini sangat memungkinkan Mimika bisa seperti Jayapura.

Ia mengatakan sejak 2 Juli hingga saat ini saja ada penambahan 47 kasus baru yang terjadi hanya dalam 10 hari. Menurutnya dalam 1 hari ditemukan 5 kasus pada masa New Normal merupakan angka yang tinggi.

"Ini menunjukkan angka yang cukup tinggi, menunjukkan bahwa situasi ini kalau betul-betul kami swab maka Timika ini sama seperti Jayapura. Ini aman-aman saja karena tidak di swab rapid tes lagi. Hitunganya, satu orang menularkan ke dua angka reproduksi jadi kalau ada 45 maka sudah menularkan ke 90 angka," jelasnya.

Reynold Ubra juga menambahkan 80 persen orang positif Covid-19 di Mimika saat ini merupakan orang tidak bergejala.

"New normal menunjukkan masyarakat siap tetapi masyarakat ternyata belum siap sehingga kita perlu terus mengedukasi masyarakat melaksanakan tiga M protokol kesehatan yakni menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan," ujarnya.

Kepada BeritaMimika, Reynold Ubra secara spesifik akan menyampaikan perkembangan kasus Covid-19 di Mimika di masa New Normal ini pada malam nanti melaui video call dengan media-media di Mimika. (Ronald)

Satu Lagi Masalah Kesehatan Di Mimika, Stok Obat Primaquin Malaria Tinggal 180 Dos

Obat malaria

MIMIKA, BM

Belum selesai Mimika mengatasi pandemi Covid-19 yang cukup melelahkan hingga saat ini, muncul lagi satu persoalan kesehatan yang dapat dipastikan berdampak panjang bagi masyarakat Mimika.

Hingga awal Juli 2020, ketersediaan obat primaquin (obat coklat) yang biasa diberikan bersamaan dengan DHP Frimal (pil biru) untuk pengobatan penyakit malaria stoknya mulai menipis.

Dinas Kesehatan saat ini hanya memiliki 180 dos primaquin dan pemakaiannya diperkirakan akan habis pada bulan September.

Mengapa akan menjadi masalah bagi Mimika? karena secara nasional, Indonesia sedang kehabisan bahan baku pembuatan primaquin sementara Mimika merupakan daerah endemi malaria.

Pelaksana Tugas Harian (Plt) Dinas Kesehatan Mimika, Reynold Ubra, kepada BeritaMimika mengatakan primaguin digunakan sebagai obat malaria karena berfungsi menghancurkan parasit malaria yang sering ada di sel hati.

"Setelah dikonfirmasi oleh pihak logistik kami dan juga tim malaria center ke kemenkes, ternyata bahan bakunya (primaquin-red) baru tersedia di akhir tahun 2020. Itu artinya bahwa obat primaquin ini bisa stabil di awal tahun 2021. Ini masalah baru buat kita," ungkapnya.

Terkait ketersediaan pil cokelat ini, Dinas Kesehatan Mimika bahkan telah melakukan konfirmasi dengan Dinkes Provinsi Papua dan ternyata ketersediaan mereka juga mulai minus.

"Jadi ada ancaman bahwa kalau primaquin ini sampai habis maka pengobatan malaria sangat mengkhawatirkan karena tingkat kesakitan malaria tinggi dan bahkan bisa menyebabkan kematian terutama pada anak-anak," jelasnya.

Bukan hanya Dinas Kesehatan, kekurangan stok obat ini juga sebenarnya mulai mengkhawatirkan di klinik-klinik swasta, pasalnya mereka pun memperoleh obat ini dari Dinkes Mimika.

"Ini menjadi masalah atau ancaman di pandemi covid-19, apalagi saat ini curah hujan semakin tinggi maka masyarakat harus cegah jangan sampai kena malaria, tetap berada dalam rumah ketika mulai malam hari atau kalau mau keluar rumah pakai lengan panjang, hindari gigitan nyamuk dan jaga lingkungan. Bagi mereka yang sudah terdiagnosa malaria minum obat sampai tuntas supaya jangan kambuh," ungkapnya. (Ronald)

Top