
Ilustrasi kronologis pencabulan terhadap anak kecil (Foto : Google)
MIMIKA, BM
Seorang anak perempuan yang baru duduk di bangku SD Kelas 1 salah satu sekolah di Distrik Mimika Timur dicabuli seorang pemuda berinisial MT (15) di sebuah rumah kosong.
Kejadian ini terjadi pada Minggu (24/4) siang dan saat ini pelaku sudah diamankan di Polsek Mimika Timur.
Kasat Reskrim Polres Mimika, Iptu Berthu Harydika Eka Anwar, menyampaikan kejadian tersebut bermula ketika korban sedang bermain di depan rumah.
Saat melihat korban, pelaku yang diketahui putus sekolah ini datang menghampiri dan membawa korban ke rumah kosong.
Ia melakukan aksi bejatnya dengan cara memasukan jari tangan ke bagian anus dan kelamin korban.
"Kasihan korbannya masih anak kecil. Pelaku dan korban masih tetangga dan kayanya masih ada hubungan keluarga. Katanya mau ada atur damai pembayaran denda adat," ungkapnya.
Menanggapi kasus ini yang katanya hanya berujung damai dan pembayaran denda adat, Kasat Reskrim menyampaikan hal ini.
"Itu susahnya, tinggal dari kita, dari restorasi kita menilai saja dan nanti kita memberikan restorative time ke pimpinan kalau kasus seperti anak begini itu pas atau tidak untuk dilakukam restorative justice, manfatnya bagaimana," ujarnya.
"Dilakukan restorative justice pastinya itu tidak menimbulkan masalah baru, tidak menimbulkam konflik sosial serta adanya perdamaian kedua belah pihak dan ganti rugi," lanjutnya.
Perlu diketahui, dalam tiga hari saja telah terjadi dua kasus pencabulan di Mimika yakni di Distrik Kuala Kencana dan Distrik Mimika Timur.
Kejadian di Distrik Kuala Kencana terjadi pada Jumat (22/4) sementara di Distrik Mimika Timur, Minggu (24/4).
Kedua korban merupakan dua perempuan kecil yang masih berada di bawah umur.
Aksi biadab yang dilakukan kedua pelaku secara terpisah di tempat berbeda ini motifnya hampir sama.
Ketika melihat adanya kesempatan karena adanya pengawasan dari orangtua, kedua gadis belia ini di bawa ke bangunan yang kosong.
Pertanyaanya, sampai kapan kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak ini akan terus terjadi di Mimika?
Hampir setiap tahun, ada saja anak kecil di Mimika yang menjadi korban aksi bejat para pelaku yang rata-rata merupakan orang dekat korban.
Jika dikatakan siapa yang paling bersalah dalam hal ini, tentu saja selain pelaku, orang tua dan keluarga juga harus disalahkan.
Segala kemungkinan bisa saja terjadi dimanapun dan kapanpun, namun jika pengawasan terhadap anak di lingkungan rumah dilakukan secara baik maka hal ini dipastikan tidak akan terjadi.
Tidak hanya di rumah dan lingkungan sekitar saja namun pengawasan orangtua wajib terus dilakukan bahkan hingga ke lingkungan sekolah.
Kasus pelecean seksual terhadap anak dibawah umur (korban-red) harus juga menjadapatkan perhatian secara serius oleh pemerintah daerah.
Pasalnya, dampak dari peristiwa ini akan terasa dalam perkembangan dan masa depan anak. Psikologis anak akan terganggu. Mereka akan mengalami trauma fisik juga mental.
Mereka akan berada dalam fase dimana emosional tidak stabil, suka menyendiri, tidak percaya diri, selalu dibayangi rasa takut, selalu merasa malu dan bahkan peristiwa itu akan selalu terbawa dalam ingatan selama mereka hidup.
Pemerintah harus hadir untuk mmeberikan pendampingan dan conseling psikologis bagi mereka agar luka itu tidak menetap terus dalam ingatan dan hidup mereka.
Sementara itu dari sisi hukum, pihak kepolisian seharusnya juga tidak memberikan ruang sedikitpun bagi para pelaku untuk dibebaskan, apalagi menempuh jalur damai hingga harus diselesaikan begitu saja dalam ranah adat.
Jika memang ada tuntutan adat yang harus dipenuhi keluarga pelaku terhadap korban, maka lakukanlah sesuai dengan tradisi budaya yang ada namun bukan berarti menghilangkan dan mengabaikan begitu saja proses hukum pidananya.
Para pelaku yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak biasanya dilakukan dalam penuh kesadaran akan konsekwensi hukum yang nantinya mereka terima. Karena pelaku rata-rata merupakan orang dewasa.
Polisi jangan biarkan mereka lolos begitu saja. Setiap pelaku wajib diproses secara hukum, apapun konsekwensinya sehingga hal ini juga memberikan efek jera kepada mereka yang memiliki niat serupa.
Ingatlah, bahwa rasa sakit yang dialami oleh seorang anak akibat kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya, adalah rasa sakit yang juga menyakiti orangtua, keluarga dan negeri ini. (Tanto/Ronald Renwarin)