Resmi, Pemda Mimika Tetapkan Biaya Tarif Rapid Tes Terbaru Hanya Rp75 Ribu
Kepala Dinas Kesehatan Mimika, Reynold Ubra
MIMIKA,BM
Beberapa waktu lalu biaya rapid tes sempat menjadi permasalahan, selain harganya yang mahal juga karena klinik swasta dan apotik menyediakan pelayanan rapid tes dengan harga yang terbilang cukup murah.
Harga tersebut bertolak belakang dengan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Mimika di setiap layanan fasilitas kesehatan pemerintah, yakni sebesar Rp600 ribu.
Namun, per hari Selasa (20/10) apa yang menjadi harapan masyarakat Mimika akhirnya terwujud. Pemda Mimika telah merubah biaya rapid tes menjadi Rp75 ribu.
Hal tersebut tertuang melalui Peraturan Bupati Nomor 28 tahun 2020 tentang perubahan atas Peraturan Bupati nomor 14 tahun 2020 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Pemeriksaan Rapid Tes Covid-19 pada Puskesmas di Mimika.
Adapun 9 Puskesmas yang melayani pemeriksaan rapid tes dengan biaya Rp75 ribu yakni, Puskesmas Timika, Timika Jaya, Wania, Pasar Sentral, Mapurujaya, Bhintuka, Limau Asri, Jile Ale dan Puskesmas Kwanki Narama.
Kepada BeritaMimika di Mozza, Selasa (20/10), Kepala Dinas Kesehatan Mimika, Reynold Ubra menyampaikan hal ini.
Reynod menegaskan bahwa rapid tes antibody seharga Rp75 ribu hanya berlaku di puskesmas bagi pelaku perjalanan dan tidak dilayanan lain seperti klinik dan apotek.
Ditegaskan, jika masih ada klinik atau apotik yang sediakan layanan rapid tes maka akan dipanggil oleh pemerintah daerah.
"Pelayanan rapid tes hanya diperbolehkan di Puskesmas. Yang menjadi masalah kan ketika unit layanan kesehatan lain yang tidak tercantum dalam peraturan bupati juga menyediakan layanan. Sudah tidak di suratkan dalam kebijakan daerah tetapi mau melakukan, jadi pertanyaannya siapa yang salah karena tidak di ijinkan kok tetap menyediakan," ungkapnya.
Reynold mengatakan pihaknya mengambil langkah ini mendasari dua kebijakan untuk pelaku perjajalanan guna mencegah penularan covid.
Kebijakan pertama untuk pelaku perjalanan adalah rapid tes dan kedua adalah Surat Keterangan Bebas ILI.
Namun diakuinya regulasi ini tidak berjalan normal secara nasional karena disisi lain Puskesmas mengeluarkan Surat ILI sementara KKP dan Kementerian Perhubungan tidak diperbolehkan karena harus menggunakan rapid tes untuk pelaku perjalanan yang menggunakan pesawat.
Ubra juga menjelaskan bahwa wabah ini merupakan masalah kegawatdaruratan kesehatan masyarakat. Jika membahas persoalan kesehatan masyarakat maka rollnya di Puskesmas. Sementara klinik dan rumah sakit lebih pada pelayanan medis.
"Jadi perlaku perjalanan itu dia bukan orang sakit tapi dia harus di jaring dan dimanage. Di manage oleh puskesmas supaya ketika sakit dan diketahui antibodynya reaktif maka ada langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan,"tutur Reynold. (Shanty)