Salib Yesus Berdiri Kokoh Di Kokonao : Simbol Kehidupan, Doa, Harapan, Kerinduan Dan Cinta Masyarakat Mimika Wee
Masyarakat Mimika Wee saat bergotong royong menancapkan Salib Yesus
MIMIKA, BM
Melalui prosesi adat dan misa rekonsiliasi Minggu (24/4), Salib Yesus kini berdiri kokoh di atas tugu depan dermaga Atapo, Kampung Atapo, Distrik Mimika Barat.
Berdirinya Salib Yesus dan dilaksanakannya misa rekonsiliasi, secara resmi menandai penggunaan kembali Mimika Wee menganti nama Kamoro.
Ini menandakan bahwa tidak ada lagi penyebutan suku Kamoro di Mimika namun kini mulai kembali disebut dengan suku Mimika Wee.
Berdasarkan pantauan wartawan BeritaMimika, sebelum ditancapkan Salib ke tugu, terlihat ribuan masyarakat Mimika Wee dari 84 kampung mulai dari Nakai hingga Potowaiburu mengikuti misa rekonsiliasi yang bertempat di Kampung Atapo tepatnya depan tugu Salib Yesus.
Misa rekonsiliasi dipimpin oleh Pastor Administrator Diosesan Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo, diawali dengan pemasangan api di dua tungku oleh masyarakat Kiyura, yang kemudian diberkati Pastor.
Selain dua tungku api yang sudah diberkati Pastor, Salib Yesus yang sebelum ditancapkan juga diberkati oleh Pastor.
Usai pemberkatan, dilanjutkan dengan ritual adat berupa pemanggilan leluhur oleh salah satu kepala suku untuk dimulainya upacara adat pembakaran dosa.
Ritual pembakaran dosa dilakukan dengan cara masyarakat menuliskan kesalahan masa lalu mereka di kertas yang kemudian dibakar di salah satu tungku api yang sudah disiapkan.
Sementara satu tungku lainnya juga dilakukan pembakaran serupa namun di tungku api ini yang dibakar adalah apa yang menjadi harapan, maksud dan tujuan untuk masa depan dan kehidupan yang lebih baik.
Ritual dilanjutkan dengan upacara pelepasan abu dosa yang sudah dibakar ke air yang mengalir.
Sedangkan abu hasil pembakaran untuk keinginan atau harapan baik ke depan, diserahkan dan dicampuri garam kemudian pastor memberkatinya. Air tersebut kemudian diusapkan ke seluruh masyarakat yang hadir.
Pastor Marthen Kuayo, mengungkapkan bahwa rekonsiliasi ini menjadi bagian buah pikiran, program atau rancangan dari Almarhum Uskup Johannes Philipus Saklil pada tahun 2016 yang mencetus satu gerakan yaitu Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak).
"Bagi orang Papua tungku api itu simbol kehidupan "ada asap dan api ada hidup". Maka itu Almarhum mengambil dan menacangkan 'Gertak' itu," ungkapnya.
Pastor Marthen Kuayo menjelaskan, rekonsiliasi berarti memulihkan semua kesalahan yang perna ada. Proses ini harus dilakukan agar ada kehidupan terang bagi seluruh masyarakat Mimika Wee beserta anak cucu mereka ke depan.
"Rekonsiliasi ini mau memulihkan hubungan yang putus, hancur, rusak, antara kita Mimika wee dengan Tuhan Allah. Jadi di momen ini kita gunakan untuk saling mengampuni sesama yang lain," jelasnya.
"Atas nama gereja katolik, saya mau memohon maaf kepada semua masyarakat Mimika Wee jika para pastor, suster, biarawan, biarawati, bruder, dewan, dan semua pelayan umat yang pernah bertugas, mereka pernah menyakiti dan membuat hati masyarakat Mimika Wee terluka," ungkapnya.
Sementara itu Ketua Panitia Dominikus Mitoro mengatakan saat ini Tuhan Yesus sudah membersihkan semua beban orang Mimika Wee. Melalui rekonsiliasi ini diharapkan kedepanya generasi muda memiliki masa depan yang lebih cerah.
Ketua Lemasko, Gerry Okoware mengatakan bahwa momen hari ini merupakan momen , bersejarah bagi masyarakat Mimika Wee. Ia berharap seluruh masyarakat Mimika Wee selalu bersatu dan maju bersama untuk kehidupan yang lebih baik.
"Kita adalah umat yang dikasihi Tuhan, hari ini kita tambah diberkati lagi. Suku Mimika harus maju," katanya.
Ketua Paguyuban Anak Cucu Perintis (ACP), Piet Yenwarin mengungkapkan bahwa para petua yang dulu datang ke Mimika, mereka hadir untuk mengabdi dan memajukan negeri ini.
Mereka datang dengan semboyan 'Hidupku untukmu Mimika Papua dan matiku untuk DIA yang mengutus aku'.
"Masyarakat Mimika harus menjadi tuan di atas negeri sendiri,” ungkapnya.
Di momen ini, Wakil Bupati Mimika, Johannes Rettob mengajak masyarakat untuk mengenang kembali karya dan jasa Almarhum Uskup John Philip Saklil melalui Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak).
Ia mengatakan Gertak merupakan landasan utama terjadinya rekonsiliasi ini. Menurutnya momen ini merupakan momen kebangkitan sehingga masyarakat harus mengenang dan memberikan dukungan sepenuhnya dalam kehidupan ini.
"Saya juga hadir sebagai anak "Mimika Wee". Saya minta maaf atas nama pemerintah kabupaten atas kurangnya perhatian kami kepada anak - anak Mimika Wee. Kita akan buat dan mulai perhatikan orang Mimika Wee," kata Wabup.
Selaku Anak Cucu Perintis (ACP), Wabup John kembali menegaskan apa yang selama ini selalu diingatkan oleh Almarhum Uskup John Philip Saklil.
"Jangan hidup karena jual tanah, tetapi hidup dari mengolah tanah. Untuk orangtua, harus sekolahkan anak-anak supaya menjadi orang baik di masa yang akan datang," ujarnya berpesan. (Ignas)