Kamis Putih, Uskup Bernardus Ajak Umat Memiliki Hati Yang Tulus dan Murni

Suasana berlangsungnya misa

MIMIKA, BM

Umat Katolik memadati perayaan Misa Kamis Putih di Gereja Katedral Tiga Raja, Kamis (17/04/2025).

Misa Kamis Putih di Gereja Katedral Tiga Raja hanya satu kali misa yang dimulai pukul 18.00 WIT dan dipimpin oleh Uskup terpilih Keuskupan Timika, Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA.

Pada peringatan awal Tri Hari Suci ini umat mengenang perjamuan terakhir Yesus bersama 12 murid-Nya sebelum penyaliban di Bukti Golgota.

Uskup terpilih Mgr. Bernadus dalam homilinya yang diambil dari injil Yohanes 13:1-15 mengatakan perayaan Kamis Putih adalah perayaan Paskah yang artinya Tuhan lewat dalam tradisi orang Yahudi.

Paskah untuk orang Yahudi adalah kenangan memoria tentang penyelamatan bangsa Israel yang dibimbing oleh Allah melalui Musa melewati laut merah menuju tanah terjanji.

Hal itu memiliki beberapa simbol yang utama yakni anak domba yang tidak bercacat, anak domba yang gemuk karena darahnya akan dipakai dan dioleskan di rumah-rumah mereka dan pada saat itu Tuhan akan lewat dan membebaskan mereka.

"Makna Paskah orang Yahudi dirubah oleh Yesus bertepatan pada saat perayaan Paskah orang Yahudi. Paskah yang Yesus berikan makna baru itulah Paskah Kristen yang kita rayakan hari ini dan anak domba itulah Yesus sendiri, darah-Nya sendiri bukan lagi darah anak domba tapi adalah manusia Anak Allah," tutur Uskup Bernadus.

Yang Mulia Mgr. Bernardus kemudian mengatakan perjamuan bukan sekedar makan bersama saja, bukan soal makanan jasmani untuk memenuhi kebutuhan biologis semata karena lapar tapi lebih dari itu perjamuan adalah komunium, persekutuan, unitas, kesatuan tubuh Kristus menyatukan semua dalam satu kesatuan tubuh mistik-Nya.

"Maka saya kira perjamuan kita apapun bentuk perjamuannya mestinya ada makna perjamuan kasih, perjamuan yang mengikat persaudaraan satu sama lain didalam suatu perjamuan, apakah itu pesta atau perjamuan di rumah tangga masing-masing atau di mana saja selalu memiliki makna persaudaraan, komunio, persekutuan," ucapnya.

Namun, kalau dilihat sekarang ini orang lebih cenderung makan sendiri-sendiri yang penting perutnya kenyang, yang penting sudah cukup merasakan nikmat enak, orang lain tidak perlu diingat.

Menurutnya, tradisi makan bersama sebenarnya bukan hal yang baru bagi orang Papua khususnya ketika makan papeda. Semua orang  duduk melingkar dan makan dari satu tempat yang sama.  Begitu juga bakar batu itu adalah simbol kesatuan, kebersamaan, pembagian suka dan duka satu sama lain, partisipasi dalam satu kesatuan dan solidaritas satu sama lain.

"Maka kita patut merenungkan bahwa kita jangan cenderung makan sendiri-sendiri, jangan cenderung yang dituju hanyalah makanan jasmani saja tapi melalui itu kita terus diingatkan dan diperbaharui semangat kita bahwa makanan adalah makna sosiologis, makna spiritual, bersatu dengan satu sama lain tapi juga menguatkan kita dengan bersatu dengan Kristus, tubuh mistik yang menyelamatkan kita," ujarnya.

Lanjutnya, Yesus memberikan perasaan kepada manusia ada beberapa hal yang patut untuj direnungkan. Yesus mengajarkan  hal-hal baru bahwa dalam perjamuan ini, Yesus melakukan suatu tindakan pengajaran kepada Para Rasul yaitu menyuci kaki para rasul.

Tindakan simbolis adalah pertama-tama Yesus berlutut dan membasuh kaki para murid merupakan ungkapan akan prinsip Allah menjadi manusia, pengosongan diri Allah yang kaya dalam segala hal, meninggalkan kekayaan-Nya atau segala macam kehebatan-Nya menjadi miskin, tidak berdaya dan lemah agar manusia menjadi kaya dan diselamatkan.

Dikatakan, upaya Yesus menunjukkan bahwa Dia berlutut dan membasuh kaki itu adalah suatu tindakan simbolis teologis, Tuhan meninggalkan semuanya dari atas trensendensi dan bersatu dengan imanensi, kerapuhan, ketakberdayaan, keterbatasan dan kefanaan manusia.

"Manusia itu disempurnakan oleh Allah yang meninggalkan semuanya, mengosongkan diri-Nya dan menjadi sama dengan kita bahkan menjadi dihina itulah tindakan makna yang pertama," tuturnya.

Makna kedua, bahwa cinta kasih Allah itu total, utuh, tanpa tendensi, tanpa pretensi dan tanpa sebab akibat. Tujuannya, hanya satu mencintai setotal-totalnya agar manusia menjadi bahagia. Itulah cinta Tuhan tanpa pamrih memberikan seluruhnya, melayani dengan ketulusan hati, kemurnian dan totalitas.

Makna yang ketiga bahwa Yesus ketika berjumpa dengan Petrus terjadi dialog dan dialog itu Petrus mewakili manusia mengungkapkan tentang soal ketidakmurnian hati dan ketidaktulusan dan kejujuran hati manusia berhadapan dengan Tuhan. Manusia seringkali menyembunyikan kedosaan, kejahatan dalam pikiran, dalam hati tapi apa yang ditampilkan di luar itu palsu.

Namun, Yesus selalu membersihkan manusia dengan air, membersihkan dengan darah-Nya lewat ekaristi, membersihkan dengan sabda-Nya, membersihkan manusia dengan doa-doa yang dipanjatkan Tuhan tentang doa bapa kami.

"Itulah cara Yesus membersihkan kita dan kita selalu datang agar kita selalu dibersihkan lewat sakramen-sakramen pengakuan tobat. Pengakuan tobat adalah jalan untuk pembersihan diri agar kita selalu memiliki hati yang tulus dan murni sehingga kita berani berkorban juga untuk orang lain seperti Yesus kita tanpa pretensi, tanpa motivasi-motivasi apapun kita tulus melayani," ucapnya.

Namun, sayangnya situasi sekarang ini sangat banyak persoalan yang kontradiktif bahwa ketika melayani pasti bertanya dulu tentang uang, digaji berapa? Saya diberi uang berapa banyak? Saya dapat apa dan itu selalu ada dalam pikiran.

Di dalam gereja juga banyak orang yang menggunakan gereja tujuannya untuk melayani tetapi sebenarnya dalam hati dan pikirannya adalah mencari sesuatu material, pujian status, kehormatan dan sebagainya.

"Kalau seperti itu kita belum bersih, kita harus dibersihkan terus-menerus, kita harus terus-menerus untuk memurnikan hati dan pikiran kita melalui sakramen-sakramen ini sehingga kita melaksanakan apa saja, melayani dengan tulus hati, suami terhadap istri, istri dan suami, anak-anak terhadap orang tua, guru-guru terhadap para murid, pastor terhadap umat, para pejabat pemerintah tidak melayani karena proyek tapi melayani karena nilainya adalah kasih, nilainya adalah kebahagiaan, nilainya adalah sukacita bagi semua," kata Uskup Bernadus.

Tetapi, memang situasi sekarang ini manusia di tantang, dengan mengedepankan nilai-nilai materialisme, hedonisme, konsumerisme daripada nilai-nilai pengorbanan tulus.

Katanya, inilah tantangan-tantangan untuk manusia apakah sungguh murni, tulus mengabdi dengan ketulusan hati, mengabdi dengan pengorbanan, mengabdi dengan pemberian diri yang utuh ataukah mengabdi karena kepentingan-kepentingan diri dan lainnya.

Bahkan, banyak orang memanfaatkan orang yang tidak berdaya, orang kecil untuk kepentingan sendiri. Orang Katolik juga banyak yang memanfaatkan orang-orang kecil yang polos hatinya yang murni, sederhana, tidak sekolah lalu menipu mereka untuk kepentingan sendiri.

“Kita yang setiap kali berdoa tapi hati ini kotor dan kita melakukan rekayasa untuk menipu banyak orang lain hanya untuk kepentingan-kepentingan kita apalagi teman-teman di dunia bisnis, dunia usaha ataupun juga dunia politik dan sebagainya yang selalu menjadi medan iblis berhadapan dengan Tuhan lalu rekayasa menipu orang kecil setelah itu mendapatkan tujuannya dan lupa orang kecil,” tandasnya.

Ia mengatakan, orang kecil menjadi korban oleh kepentingan kekuasaan, kepentingan materi dan kepentingan duniawi.

“Marilah kita belajar dari Yesus sendiri tapi juga para murid yang kemudian mereka sadar dalam perjalanan waktu setelah Yesus bangkit. Mereka menjadi sadar dan mereka memberikan seluruh hidup mereka menjadi landasan bahkan sampai mati seluruh murid Yesus hanya dua orang saja yang tidak dibunuh.,” pesannya.

"Kita perlu belajar untuk menjadi militan, belajar untuk meninggalkan egoisme dan kepentingan yang kita miliki, kita sungguh melayani satu dan lain dengan ketulusan dan kejujuran hati. Kita berdoa semoga tuhan melalui perayaan-perayaan paskah tahun ini kita boleh berubah,"ungkapnya.

Dikatakan, percuma cantik, ganteng dan lainnya tapi hati busuk, pikiran busuk tetap saja sama tidak ada bedanya.

"Jadi sebaiknya kita dari hari ke hari harus berubah, harus menyerupai Yesus agar kita sungguh-sungguh menjadi Kristus yang lain yang sungguh-sungguh mengabdikan diri setotal-totalnya seutuhnya demi kemajuan gereja, kemajuan masyarakat kemajuan kita bersama,"pungkasnya.

Setelah khotbah, Uskup Terpilih Mgr Bernadus membasuh kaki 12 tokoh umat Katolik setempat, untuk mengenangkan umat akan peristiwa perjamuan terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya. (Shanty Sang)

Top