Pemda Mimika Kembali Terbitkan Kebijakan Meringankan Wajib Pajak Akibat Covid-19
Kepala Bapenda Mimika, Dwi Cholifah
MIMIKA, BM
Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika kembali menerbitkan kebijakan yang dinilai sangat mendukung masyarakatnya di tengah pandemi Covid-19, khususnya kepada wajib pajak.
Hal ini dinyatakan melaui Surat Keputusan Bupati Mimika Nomor 211 Tahun 2020 tentang Perpanjangan Tanggal Jauh Tempo Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
"Tanggal jatuh tempo PBB-P2 ini biasa 31 Agustus. Kalau sudah lewat maka kena denda. Dengan adanya kebijakan ini maka diundur ke 31 Oktober. Jadi masyarakat diberikan kelonggaran waktu untuk membayar. Artinya setelah lewat 31 Agustus mereka tidak akan kena denda," ungkap Kepala Bapenda Mimika, Dwi Cholifah kepada BeritaMimika pagi ini.
Ia menjelaskan, relaksasi pajak daerah itu ada tiga tahapan yakni pengunduran jatuh tempo, penotongan pajak dan pembebasan pajak.
"Kita sudah lakukan dua yang tidak kita lakukan adalah pembebasan pajak. Ini merupakan relaksasi pajak daerah kedua yang diberikan oleh pemerintah daerah setelah sebelumnya kita lakukan pemotongan 50 persen bagi pajak hotel, restoran dan pajak hiburan selama 2 bulan," jelasnya.
Kepada BeritaMimika, Dwi Cholifah mengakui, situasi covid ini sangat berdampak terutama pada realisasi pajak hiburan malam karena selama pandemi ini semuanya ditutup. Pendapatanya pun turun hingga 30-40 persen.
"Yang tidak terganggu hanya pajak restoran (catering-red) Freeport kalau yang lain semua turun jauh. Ini yang buat sehingga kelihatan orang bilang kenapa dalam keadaan ini penerimaan kita masih ada. Jadi ada jenis-jenis pajak didalamnya termasuk punya Freeport. Ini tidak terlalu kelihatan tapi kalau dikurangi maka jelas kelihatan sekali dampaknya," terangnya.
Selain itu Dwi juga menjelaskan semua jenis pajak saat ini telah diberlakukan sistem semi online, artinya pembayaran tidak sepenuhnya dilakukan secara langsung atau face to face namun dapat dilakukan online melalui bank daerah.
"Jadi dalam masa ini kelihatan bahwa wajib pajak selalu melakukan pembayaran walau ada penurunan secara keseluruhan," ungkapnya.
Walau situasi covid, Dwi menjelaskan di pertengahan tahun ini pendapatan pajak daerah sudah menyentuh angka 54 persen. Sementara tahun lalu di waktu yang sama pencapaian berkisar 40-50 persen.
"Ini karena target penerimaan daerah termasuk pajak daerah tahun 2020 lebih tinggi dari 2019. Kita juga ada kelebihan 30-40 miliar dari target tahun lalu. PBBP2 Freeport juga ada kenaikan, tahun lalu 32 tahun ini 40 miliar," jelasnya.
Selain itu, walau dunia perhotelan dan restoran paling berdampak akibat corona namun Dwi mengakui mereka taat membayar pajak.
Hanya saja menurut Dwi Cholifah belum ada kemungkinan dalam waktu dekat pemerintah daerah melakukan perpanjangan pemotongan pajak 50 persen untuk pajak restoran dan pajak hotel.
"Kita lihat situasi covid ini. Kalau sudah mereda maka tidak perlu lagi dan akan dikembalikan ke normal," ujar Cholifah.
Pajak hotel dan restoran sifatnya self assessment. Artinya pajak itu dikenakan bukan kepada pemilik namun kepada warga yang menginap di hotel dan makan di restoran. Ini berbeda dengan office assessment.
"Self assessment ini artinya dia menghitung pajak sendiri. Kalau office assessment seperti pajak PBB ini langsung kita tetapkan kurang bayarnya. Sudah ada mekansime seperti itu. Jadi kalau tidak ada yang menginap di hotel maka nol pajaknya," jelasnya.
Dikatakan Dwi Cholifah, pengawasan terhadap pajak self assessment dilakukan melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB). Tiap tahun surat ini diberikan.
"Mereka hitung sendiri pemasukannya. Setelah hitung langsung bayar ke bank kas daerah. Dari situ lampiran di sampaikan ke kita dan kita periksa kalau memang dalam pemeriksan terjadi kurang pembayaran maka kita buatkan SKPDKB. Mekanismenya seperti itu," tutup Dwi melalui sambungan teleponnya. (Ronald)