Keputusan Belajar Tatap Muka Tergantung Persetujuan Orang Tua
Kepada Dinas Pendidikan, Jenni O Usmani
MIMIKA, BM
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim memperbolehkan sekolah menggelar pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021, namun keputusan ini tetap dikembalikan pada kebiajakan daerah di seluruh Indonesia.
Kepala Dinas Pendidikan Mimika, Jenni Usmany saat diwawancarai BM di Hotel Horison Diana, menyampaikan hal tersebut.
"Memang dari menteri tapi semua kembali lagi ke kebijakan daerah. Untuk membuka kembali belajar tatap muka di sekolah harus melalui persetuan orang tua yang wajib menadatangani surat pernyataan diatas materai 6.000. Orang tua harus siap menerima konsekuensi dari keputusan tersebut," jelasnya.
Jeni mengatakan, bahwa saat ini merupakan era digital sehingga model anak belajar sepenuhnya tergantung pilihan orang tua.
"Orang tua harus membuat surat pernyataan siap menerima konsekuensinya, misalnya anaknya kena sesuatu apa lagi sekarang masih pandemi. Jangan sekolah atau pemerintah yang dituntut dan disalahkan," tegasnya.
Dijelaskan, model pembelajaran musim pandemi ini dilakukan dalam tiga pilihan yakni melalui google class room, whatsapp dan modul.
"Jika ada orang tua yang tidak setuju dengan belajar tatap muka, maka bisa tetap meneruskan tiga metode belajar sebelumnya," ujarnya.
Katanya, meskipun keputusan belajar tatap muka dikembalikan ke daerah dalam hal ini instansi teknis Dinas Pendidikan, namun ia tidak akan menyarankan ke bupati ataupun wakil bupati untuk membuka proses tatap muka full seperti dulu karena konsekuensinya sangat berat.
“Maka sebagai pimpinan di instansi teknis itu saya pun tidak akan menyarankan ke pimpinan untuk membuka tatap muka secara full. Saya tidak mau. Karena nanti dampak dari semua inikan pimpinan yang kena,” ujarnya.
Sebelum proses tatap muka kembali dibuka, ia harus melihat hasil laporan Dinas Kesehatan dan RSUD terlebih dulu.
Jika kasus terus meningkat maka hal ini tidak akan dilanjutkan meski pun nantinya belajar tatap muka tidak rutin dilakukan setiap hari atau menggunakan sistem shift.
"Kalaupun misalnya ada tatap muka tetapi tetap dalam jumlah yang terbatas mungkin satu anak jatah masuk sekolahnya satu minggu namun tetap saja konsekuensinya berat," terangnya.
Pemerintah tidak tinggal diam dalam menangani persoalan ini, Jenni Usmani juga mengharapkan tatap muka bisa dibuka kembali. Tetapi, jika situasi belum memungkinkan, maka pihaknya tidak bisa mengambil keputusan tersebut.
"Saya harap jangan juga masyarakat atau orang tua hanya mengkritik. Tetapi harus memberi solusi dan masukan ke kami juga. Karena kalau pemerintah mengambil tindakan atau mengambil langkah sekolah tatap muka full, lalu ada masalah apakah pemerintah juga tidak dituntut? Siapa yang mau membuat pernyataan itu. Boleh saja buka belajar tatap muka hanya kita harus pikirkan semua keadaan ini,” jelasnya. (Shanty)