Rabu Abu, Pastor Madya Ajak Umat Bersedekah, Berdoa dan Berpuasa Jangan Seperti Orang Munafik
Sekretaris Jenderal Keuskupan Timika, Pastor Andreas Madya Sriyanto, SCJ. didampingi Frater menandai salib dari abu di dahi umat
MIMIKA, BM
Setiap tahun umat Katolik mengikuti misa Rabu Abu untuk menerima tanda salib abu di dahi sebagai perlambang pertobatan.
Itu adalah momen awal dimana selama 40 hari lamanya umat Katolik akan menjalankan pantang dan puasa.
Seperti di Gereja Katolik Santo Stefanus Sempan, Timika, nampak ribuan umat hadir mengikuti Misa Rabu Abu yang dilaksanakan Rabu (5/3/2025).
Pada misa kedua yang dimulai pukul 19.00 wit, misa dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Keuskupan Timika, Pastor Andreas Madya Sriyanto, SCJ.
Dalam khotbahnya yang diambil dari Injil Matius 6:1-5, 16-18, Pastor Madya mengatakan ada tiga pilar keutamaan sebagai orang beriman yakni memberi sedekah, berdoa dan berpuasa.
“Tiga praktek yang sungguh-sungguh mau menunjukkan begitulah sebagai orang yang beriman, orang yang percaya akan Tuhan. Tiga hal itulah juga yang banyak dipraktekan bukan hanya oleh orang Katolik saja tetapi orang yang beragama lain pun juga menjalankan tiga keutamaan ini,” tuturnya.
Pastor Madya mengatakan bahwa tradisi yang demikian sebenarnya berawal dari kebiasaan agama Yahudi, yang juga sudah dijalankan pada waktu Tuhan Yesus hadir di dunia ini.
“Dan karena Tuhan Yesus adalah guru rohani, guru yang membicarakan berkaitan dengan hidup manusia dalam bidang kerohanian juga harus berbicara tentang tiga hal ini,” jelasnya.
Lanjutnya, praktek yang dikritik oleh Tuhan Yesus adalah seperti orang-orang Farisi, Saduki, kelompok-kelompok yang ada pada waktu itu karena dalam menjalankan praktek-praktek kehidupan sebagai orang beragama ada sesuatu motivasi yang berbeda daripada yang seharusnya.
“Maka Tuhan Yesus mengatakan mereka adalah orang-orang munafik, yang menjalankan sesuatu yang baik supaya dilihat orang. Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu dihadapan orang supaya dilihat mereka, itu adalah perbuatan orang munafik,” tandasnya.
Pastor Madya menambahkan praktek keagamaan yang sangat baik seperti memberi derma dan membantu orang yang berkekurangan ditentukan dari nilai perbuatannya.
“Tuhan Yesus mengatakan kalau kamu memberi sedekah janganlah tangan kirimu tahu apa yang dilakukan tangan kanan,” kutipnya dari Injil.
“Harus memberikan dari hati, dari cinta kita, dari kedalaman hati untuk memberi. Kalau ada tujuan supaya ada orang lain melihat dan ingin dipuji, nah, itu yang tidak benar,” imbuhnya.
Lain dalam hal berdoa. Pastor Madya menjelaskan berdoa adalah bagaimana menjalin relasi dengan Tuhan.
“Tetapi kalau kita berdoa di tikungan jalan supaya orang lain melihat dan memuji itu adaah kesalehan yang sia-sia,” paparnya.
Demikian juga dengan berpuasa. Berpuasa dalam Gereja Katolik boleh makan kenyang sekali.
“Berpuasa hanya dua kali yakni hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Yang lebih penting bukan berat ringannya tapi bagaimana kita menghayati puasa,” ucapnya.
Lanjutnya, Tuhan Yesus mengatakan kalau kalian berpuasa minyakilah rambutmu, cucilah mukamu supaya wajah tetap cerah dan orang tidak melihat bahwa kamu sedang berpuasa.
“Itulah tiga praktek keutamaan sebagai seorang beriman yang mulai hari ini kita jalankan dengan berdoa, berpuasa dan memberi derma. Yang penting adalah bagaimana sikap batin kita pada saat menjalakan,” pesannya.
Ia menjelaskan mengapa umat menerima abu yakni untuk mengingatkan kata-kata Tuhan sendiri bahwa manusia berasal dari abu dan debu. Manusia akan kembali menjadi debu.
“Dalam masa pertobatan kita diingatkan sebagai ciptaan Tuhan yang sebenarnya berasal dari debu maka haruslah kita berani juga untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan dan tidak menyombongkan diri di hadapan sesama. Meski kita debu tetapi tetap dicintai-Nya,” pungkasnya. (Elfrida Sijabat)