SMA YPPK Tiga Raja Gelar Pentas Seni Hasil Dari Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
Kepala Sekolah SMA YPPK Tiga Raja Yohanes Pramana didampingi para siswa
MIMIKA, BM
Sebagai sekolah penggerak, SMA YPPK Tiga Raja Mimika melaksanakan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang dikemas dalam pentas seni, bazaar, perlombaan dan pameran.
Hal ini juga merupakan hasil implementasi kurikulum Merdeka Belajar yang diterapkan pada siswa kelas X selama satu semester.
Kegiatan pentas seni, bazaar, perlombaan dan pameran diadakan di halaman supermarket Gelael selama dua hari terhitung sejak Jumat (2/12/1022) kemarin hingga hari ini, Sabtu (3/12/2022).
Ditemui BeritaMimika disela kegiatan, Kepala Sekolah SMA YPPK Tiga Raja Mimika Yohanes Pramana mengatakan kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka implementasi kurikulum Merdeka Belajar.
“Ada lima sekolah penggerak yakni 2 TK, 2 SD dan satu SMA sehingga menjadi tanggungjawab kami sebagai sekolah penggerak tingkat SMA di Mimika menyampaikan karya, program dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaann kurikulum Merdeka Belajar dan program sekolah penggerak. Kali ini dalam bentuk pameran, perlombaan, pasar murah dan pentas seni kami gabung,” tuturnya.
Lanjutnya, pameran berguna untuk menunjukkan hasil karya para siswa dan mengasah kewirausahaan, dimana hasil penjualan untuk siswa, sekolah hanya menjembatani.
“Kita berkolaborasi dengan pemerintah daerah yakni Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan dan beberapa dunia usaha seperti Indoprima, Bank BRI, UMKM-UMKM dan Koperasi Bintang Laut. Untuk tempat sendiri kita dibantu dari Keuskupan Timika,“ jelasnya.
Yohanes menambahkan pada hari Sabtu (hari ini-red) akan digelar perlombaan tarian kontemporer untuk tingkat SMP dimana enam sekolah telah terdaftar.
“Tadi (kemarin-red) ada lomba mewarnai dan menggambar untuk tingkat TK dan SD. Kalau tingkat SMA karena butuh waktu panjang jadi lomba mural. Kalau SMP sabtu,” ucapnya.
Dikatakan, di dalam Kurikulum Merdeka Belajar guru tidak lagi berpatokan pada pencapaian kurikulum melainkan pencapaian pada pengembangan karakter, skill dan pengetahuan siswa.
“Jadi kita mengajar sesuai apa yang anak bisa, tidak melihat harus ada target sekian. Tetapi bagaimana setiap anak itu berkembang semaksimal mungkin sesuai kemampuan dia saat itu sehingga guru-guru harus berubah tidak lagi dengan metode khusus tetapi harus memulai dengan asesmen diagnostik yang kemudian memilah dia akan berdiferensiasi apa dalam proses belajar mengajar apakah diferensiasi proses, konten atau produk,” paparnya.
Diakuinya, dalam satu semester ada siswa yang sedikit kurang kemampuan pada pengetahuan tetapi mereka memiliki kemampuan di kreasi seni, menggambar, menyanyi, menari bahkan berorganisasi.
“Ada yang pentas seni, menggambar kemudian dilelang dan laku lukisan Rp500.000. Harapan kami nanti setelah lulus SMA dia mampu memilih kuliah di jurusan apa yang paling sesuai jadi tidak ikut teman. Kurikulum Merdeka Belajar masih diterapkan di kelas X,” ujarnya.
Ia menambahkan Kurikulum Merdeka Belajar kontennya tidak sebanyak kurikulum 2013 karena yang dikejar bukan banyak konten tetapi tema materi kontennya, sehingga kemampuan setiap siswa tentu akan berbeda.
“Harapannya anak-anak tidak lagi tertekan. Sekolah itu bukan sesuatu yang menakutkan tetapi menyenangkan dan bermakna. Jadi, ada sesuatu yang bisa siswa dapatkan untuk kehidupan di masa depannya,” tandasnya. (Elfrida Sijabat)