Jumat Agung, Uskup Terpilih Bernardus Sebut Salib Adalah Cinta Keutuhan Allah

Seorang anak mencium salib sebagai tanda penghormatan

MIMIKA, BM

Ribuan umat Katolik mengikuti perayaan misa Jumat Agung di Gereja Katedral Tiga Raja, pada Jumat (18/4/2025) sore.

Misa dimulai tepat pukul 15.00 WIT atau jam 3 sore yang diyakini sebagai waktu kematian Yesus Kristus.

Misa dipimpin Uskup terpilih Keuskupan Timika, Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA dengan ritual penciuman salib sebagai bentuk penghormatan terhadap Tuhan Yesus Kristus, yang dengan rela sengsara dan wafat di kayu sakun demi menebus dosa manusia.

Pada prosesi liturgi sabda dilakukan teks passio oleh petugas liturgi. Teks passio adalah bagian dari liturgi sabda dalam ibadah Jumat Agung di Gereja Katolik. Teks ini merupakan kisah sengsara Yesus Kristus, dari ditangkap di Taman Getsemani hingga wafat di kayu salib.

Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA dalam khotbah mengatakan, memoria fasionis tritolitas untuk masa kini mengambil satu renungan dari tulisan seorang teolog Jepang yang bernama Kazoh Kitamori.

Dia menulis sebuah teologi yang sangat terkenal yaitu Theology of The Pain of the God, teologi tentang penderitaan Allah.

"Kitamori merenungkan karena pada saat itu Jepang hancur sebab perang dunia ke-2 oleh sekutu Amerika dan dia adalah seorang Budha yang menjadi seorang Kristen. Melihat situasi ini dia merenungkan bahwa Tuhan ambil bagian dalam penderitaan manusia, Tuhan sendiri adalah yang menderita," cerita Uskup Terpilih Bernadus.

Dia menulis Allah adalah kasih, kasih-Nya tercurah, menyebar, menjiwai semua manusia tetapi dosa membendung kasih Allah, kejahatan manusia menghalaukan cinta Allah.

Penderitaan Allah adalah kasih yang mengatasi kemarahan-Nya dan hukuman-Nya kepada manusia dengan belas kasih-Nya.

Kasih adalah penderitaan Bapa yang menyertai kepada putra-Nya yang diserahkan-Nya menderita di kayu salib.

"Tulisan Kitamori ini menjadi bahan refleksi kita juga dengan spiritualitas memori spasionis, memoria kenangan akan penderitaan Kristus yang terjadi 2000-an tahun lalu tetapi terus masih aktual dalam kehidupan kita hari ini," tutur Bernadus.

Salib adalah penderitaan kehinaan kesakitan yang dipandang oleh manusia. Manusia cenderung menghalaunya atau menghindarinya tetapi bagi Allah salib adalah kebijaksanaan Allah. Itulah yang ditulis oleh Paulus.

"Salib bukanlah penghinaan, bukanlah penderitaan tapi salib adalah cinta keutuhan Allah, cinta yang utuh, cinta yang sempurna, cinta yang total dari Allah kepada kita manusia yang cenderung mencari kegelapan, hidup dalam gelap daripada terang. Kita manusia yang cenderung memilih kejahatan daripada memilih kasih," ujarnya.

Oleh karena itu, spiritualitas memoria pasionis pantas untuk terus-menerus direnungkan dalam hidup, dalam setiap peristiwa dan langkah hidup manusia.

“Di sekitar kita banyak persoalan yang kita hadapi, salib tidak hanya diri kita sendiri saja yang memikulnya tapi Tuhan Yesus mengharapkan agar kita partisipasi dalam salib sesama, salib sistem sosial yang menindas yang tidak adil yang merampas hak-hak sesama yang lain,” tandasnya.

"Salib menuntut kita secara aktif memperjuangkan keadilan, kebenaran, keutuhan ciptaan, ekologi. Salib menuntut kita untuk memberikan keberanian untuk bersuara mewakili mereka yang tertindas, teraniaya dan hak-haknya dirampas," imbuhnya.

Ia mengatakan, bahwa situasi di Papua banyak terjadi ketidakadilan, krisis kemanusiaan. Sudah 60-an tahun di tanah Papua ini selalu ada konflik bersenjata karena kepentingan investasi eksploitasi sumber daya alam di tanah Papua ini.

Banyak pihak berkolaborasi dengan melanggengkan kejahatan sehingga masyarakat adat yang punya tanah menjadi korban, kehilangan nyawa, hutannya diambil dengan alasan pembangunan dan terjadi sampai hari ini, akhir-akhir ini dengan PSN di Merauke 2 juta hektar tanah masyarakat adat dicaplok demi alasan pembangunan.

Masyarakat dalam waktu sekejap kehilangan hak dan ruang hidup, budaya dan spiritual dan tidak terhitung ribuan binatang, spesies dalam sekejap akan habis.

“Apakah kita berani bersuara? Apakah kita orang Katolik, orang Kristen yang merayakan paskah ini hanya seremonial saja? Ataukah kita harus berani bersuara seperti Yesus walaupun diadili dengan tidak adil,’ tanyanya.

”Wakau dijatuhkan hukuman yang penuh dengan rekayasa tapi kita orang Kristen harus berani memikul salib itu kalau tidak kita adalah Yudas-Yudas yang terus ikut bagian dalam penyalipan Tuhan Yesus,” ucapnya.

Yang Mulia Mgr. Bernardus mengajak umat untuk berdoa untuk 80.000-an pengungsi yang masih di tempat-tempat pengungsian di seluruh tanah Papua karena konflik investasi, konflik militer, konflik antara militer dan TPMPB.

“Kita harus banyak berdoa agar terjadi dialog untuk penyelesaian konflik kejahatan di Tanah Papua. Kita adalah manusia bermartabat, manusia citra Allah, bukan manusia yang direkayasa oleh kepentingan-kepentingan dunia, kepentingan oligargi dan penguasa,” tegasnya berpesan.

”Kita berdoa semoga Paskah tahun ini sungguh membawa harapan baru kedepan, harapan bagi masyarakat kita yang ada di seluruh wilayah tanah Papua ini agar mereka tidak dari hari ke hari, dibunuh dan dirampas hak-hak hidup mereka sebagai martabat manusia," pungkasnya. (Shanty Sang) 

Top