Cerita Perjuangan Guru di SDN Sentra Pendidikan Mimika

Gedung sekolah SDN Sentra Pendidikan

MIMIKA, BM

SD Negeri Sentra Pendidikan Kabupaten Mimika merupakan sekolah berpola asrama khusus untuk putera puteri suku asli Amungme, Mimika Wee dan Lima Suku Kekerabatan.

Sekolah yang berdiri sejak tahun 2010 ini memiliki misi menyadarkan orang tua akan pentingnya pendidikan bagi putera puteri Amungme-Kamoro yang akan menjadi pemimpin untuk negerinya sendiri dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak demi terselenggaranya pendidikan secara kontinyu dan berkesinambungan.

BeritaMimika pada Rabu (2/11/2022) berkesempatan mengunjungi sekolah ini untuk melihat seperti apa proses kegiatan belajar mengajar (kbm) disana.

Cuaca siang itu begitu cerah dan nampak anak-anak SDN Sentra Pendidikan selesai belajar dan hendak pulang ke rumah masing-masing.

Sejak pandemi, sekolah yang berpola asrama ini memang memulangkan anak-anak ke rumah dan hingga kini mereka belum kembali ke asrama.

Namun, hal itu tak menyurutkan niat mereka untuk bersekolah. Ketika berpapasan di jalan dengan beberapa anak, mereka menyebut senang bisa sekolah di sana.

Di dalam sekolah, wartawan BeritaMimika bertemu dengan Wakil Kepala Sekolah Florensia Rahawarin.

Ia menerangkan sekolah ini memiliki 10 guru, 1 Tata Usaha dan 1 orang operator. Uniknya, dalam proses penerimaan siswa baru sekolah ini tidak menunggu para siswa datang mendaftar, namun mereka menjemput bola dengan menjaring anak-anak di dua lokasi.

“Kami semua turun bersama kepala sekolah, ada dua lokasi. Kami menjaring siswa di jalan arah SP 5, juga di depan dan belakang pemda yang mayoritas adalah masyarakat Papua,” katanya.

Lanjutnya, sekolah ini tidak bisa disamakan dengan sekolah lainnya yang mengikuti aturan yang ada, karena semua disesuaikan dengan keadaan anak-anak.

“Kami sediakan bis. Bis datang jam sekian kami mengajar, kalau bis belum datang kami menunggu sampai mereka datang baru kami mengajar. Jadi kami tidak bisa mengikuti aturan yang baku seperti sekolah lainnya, misalnya Jam 7 tepat sudah ada di depan kelas tidak bisa, jadi kita yang menyesuaikan anak-anak,” terangnya.

Untuk ke sekolah, selain menggunakan alat transportasi bis, beberapa anak juga ada yang diantar oleh orang tuanya dan ada juga yang menggunakan jasa ojek.

“Kalau prestasi timbul tenggelam. Hari ini kita kasih pelajaran tapi besoknya atau sebulan tidak datang maka semua yang diajarkan akan hilang. Kami bekerja dengan hati dan sabar. Rata-rata orang tua murid petani jadi kalau mereka berkebun, anak-anak disuruh jaga adik mereka ada juga yang bilang tidak bisa datang karena mama sakit jadi harus jaga,” imbuhnya.

Hal ini menurutnya menjadi tantangan tersendiri, sehingga pihak sekolah akan melakukan kunjungan ke rumah untuk melihat kondisi anak-anak secara langsung.

“Kalau anak yang rajin atau rajin sekali ada, tetapi ada juga yang timbul tenggelam. Ini situasi dari tahun ke tahun. Apa yang kita bisa buat untuk mereka itu sudah, kami tidak bisa paksakan mereka,” ucapnya.

Dikatakan, pendidikan dasar ini berguna untuk membantu anak-anak ke depan, namun semua dikembalikan kepada mereka apakah akan lanjut atau tidak.

“Itulah tugas kami jadi guru yang ditempatkan disini. Itu semua adalah pilihan kita sebagai guru. Harus sabar dalam menangani anak-anak. Ada yang tidak mau diatur. Kesadaran anak-anak akan pentingnya pendidikan masih kurang karena latar belakang orang tua juga sebagai petani,” tuturnya.

Sejak tahun 2017 Florensia mengajar di SDN Sentra Pendidikan, ia mengaku mendapatkan gaji pokok berikut tunjangan TPP, lauk pauk dan sertifikasi.

“Yang pasti kami menjalankan tugas dan tanggung jawab. Kedepannya saya harap ada perhatian dari pemerintah karena ini sekolah pemerintah. Mereka melihat bagaimana kesejahteraan para guru dan siswa. Terutama anak-anak generasi suku asli yang mana seharusnya mereka sendiri berpikir kedepan untuk bisa memimpin negeri ini,” harapnya. (Elfrida Sijabat

Top