Lembaga Adat dan Tokoh Masyarakat Tegaskan Polemik Tapal Batas Segera Diselesaikan
Foto bersama ketua Lemasko, para tokoh-tokoh seusai memberikan keterangan kepada awak media.
MIMIKA, BM
Terkait polemik tapal batas yang ada di Kapiraya sampai saat ini belum menemukan titik terang atau kejelasan, bahkan menimbulkan adanya pergolakan di Kampung Wakia.
Atas kejadian tersebut masyarakat yang ada di kampung Wakia, Wumuka dan Kapiraya terpaksa mengungsi demi keselamatan.
Menyikapi keadaan ini, lembaga adat Lemasko dan tokoh-tokoh masyarakat tak tinggal diam dan memberikan beberapa penegasan.
Ketua Lemasko, Gregorius Okoare pada Rabu (04/09/2024) kemarin mengatakan bahwa lembaga menilai kejadian yang terjadi di kampung Wakia itu ulah dari sekelompok orang yang nota benenya masuk sudah masuk ke wilayah adat suku Kamoro.
"Karena disana itukan ada madu dan gula. Mereka turun hanya mendulang karena ada emas disitu. Kemudian secara tapal batasnya itu sudah ada wilayahnya masing-masing seperti Dogiyai dan Deiyai wilayahnya mereka ada diatas," ungkapnya.
Ditegaskan Ketua Lemasko bahwa bicara soal tapal batas jika dilihat dari sejarahnya tapal batas itu sudah sejak jaman Belanda hingga pemerintahan Kabupaten Fak-fak.
"Jadi mereka atau oknum yang turun itu pada saat ada proyek atau ada perusahaan kayu yang ada disana, dan mereka juga ketemu dengan kepala suku yang masih hidup sampai saat ini, beliau merupakan saksi hidup," tegas Gery.
Dengan adanya persoalan ini dirinya berharap kepada unsur forkopimda dari tiga kabupaten, baik Kabupaten Mimika, Kabupaten Dogiyai dan Deiyai untuk duduk bersama dan segera menyelesaikan.
"Karena hal ini bukan baru pertama kali, sebab di jamannya almarhum Klemen Tinal itu juga sudah dibicarakan dan sudah jelas tapi kenapa sekarang muncul lagi," sesal Gery.
"Saya pertegaskan lagi jangan caplok wilayah. Ibu PJ Gubernur saya minta panggil kedua bupati dengan tokoh-tokoh masyarakatnya, karena kita tahu sudah ada batas wilayahnya masing-masing," sambungnya.
Jika persoalan tapal batas selesai, selaku ketua lembaga adat meminta dibuatkan tugu perbatasan agar kedepannya tidak terjadi lagi persoalan serupa.
"Saya juga minta mari kita jaga kamtibmas, karena saat ini kita sedang menuju pesta demokrasi," pintanya.
Hal senada juga disampaikan tokoh masyarakat, Marianus Maknaipeku. Menurutnya persoalan tapal batas ini harus diselesaikan dengan sebaik mungkin.
"Masalah tapal batas disana itu urusan pemerintah dan secara UU itu sudah sah. Mereka atau oknum-oknum yang datang disana dan membuat masalah itu hanya datang mau merampas potensi yang ada disana,"ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa sebagai tokoh masyarakat dan juga lembaga adat tidak akan tinggal diam melihat masalah ini.
"Kami harap pihak keamanan dan pemerintah segera selesaikan dengan baik," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut dirinya juga meminta kepada Kapolres untuk segera menangkap para pelaku yang sudah melakukan pembakaran rumah warga yang ada di kampung Wakia.
"Para pelaku itu harus di tangkap dan diadili disini karena mereka biangkeroknya," pinta Marianus.
Kepala Kampung Wakia, Frederik Warawarin juga menyampaikan, wilayah pemerintah Kabupaten Mimika sudah diterbitkan berdasarkan wilayah adat suku Kamoro.
Namun kemudian datanglah sekelompok orang dari Deiyai dan Dogiyai dan membuat aksi untuk merampas haknya orang Mimika.
"Kalau memang ada haknya orang Deiyai dan Dogiyai di wilayah orang Mimika tolong diceritakan sejarahnya, jangan membangun opini yang tidak jelas dan membuat gaduh di media sehingga timbul permasalahan yang mengancam kamtibmas baik itu di Mimika di Deiyai dan Dogiyai," ungkapnya.
Disampaikan juga apabila pihak-pihak dari Dogiyai dan Deiyai tetap ngotot tentang tapal batas maka pihaknya akan menempuh jalur hukum.
"Kita akan tempuh jalur hukum jika mereka masih ngotot,"ujarnya. (Ignasius Istanto)