Papua Football Academy, Wajah Baru Pendidikan Sepak Bola di Bumi Cendrawasih

Tim Papua Football Academy (kuning) saat bertanding melawan SSB Timika Putera di Mimika Sport Complex (MSC), Sabtu (25/3/2023)

MIMIKA, BM

Bukan rahasia lagi tanah Papua adalah tempat yang subur dengan talenta sepak bola Indonesia. Sederet prestasi anak-anak Papua di atas lapangan hijau adalah cerita panjang yang selalu terdengar sampai ke pelosok negeri.

Sejak zaman Rully Nere hingga kini Ricky Kambuaya, Papua memang dikenal sebagai tempat lahirnya bibit-bibit pesepak bola andal. Berbekal bakat alam, anak-anak Papua tidak jarang tampil menunjukkan prestasinya di berbagai kancah lewat olahraga sepak bola.

Selain kedua pemain di atas, masih banyak lagi pemain asal Papua yang telah menjadi figur dunia sepak bola nasional maupun internasional seperti Johanes Sauri, Aples Tecuari, Alexander Pulalo, Ronny Wabia, Elie Aiboy, Ramai Rumakiek, Todd Rivaldo Ferre, dan Osvaldo Haay.

Selain itu, tak lupa juga trio Papua yang mengharumkan nama Timnas Indonesia U-23 di tahun 2011, yakni Titus Bonai, Patrich Wanggai, dan Oktovianus Maniani.

Tentu saja, bicara sepak bola Papua juga tak bisa lepas dari sang legendaris sepak bola yang sangat diidolakan oleh banyak kalangan yaitu Boaz Solossa.

Namun begitu, dunia sepak bola kiwari telah berkembang sedemikian rupa. Bakat alam kini tak lagi cukup untuk dapat mencetak seseorang menjadi altet profesional. Pasalnya, atlet yang baik harus memastikan diri memiliki sikap sportif dan berkarakter.

Melihat potensi bakat alam dan geliat kegemaran anak Papua dalam memainkan si kulit bundar, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo beride untuk membuat sebuah sekolah khusus bagi anak-anak Papua untuk mengembangkan talentanya.

Berangkat dari suksesnya semarak pergelaran PON XX Papua pada tahun 2021, orang nomor satu Indonesia yang kerap disapa Jokowi itu langsung membulatkan tekad mewujudkan idenya membentuk akademi sepak bola usia dini di Papua.

Papua Football Academy (PFA), begitulah sebutan nama wadah sepak bola anak Papua yang telah diresmikan Jokowi pada 31 Agustus 2022 lalu di Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, Papua.

PFA yang saat ini telah berjalan 8 bulan dibentuk dengan semangat dalam membangun sumber daya manusia di Papua, khususnya atlet sepak bola.

Tak Sekadar Bermain Bola

Dalam proses pembinaan, PFA tidak hanya sekedar melatih bermain bola. Direktur PFA Wolfgang Pikal bilang, PFA juga memberikan pendidikan karakter dan pendidikan formal.

Selama menjalani pendidikan, para peserta didik ditempatkan di sebuah asrama ekslusif yang berada tepat di dalam kawasan Mimika Sport Complex (MSC), lengkap dengan berbagai fasilitas olahraga berstandar internasional.

Dalam kesehariannya, peserta PFA mulai menjalani latihan sepak bola dari pukul 8.00 hingga pukul 10.00 dan kemudian dilanjutkan dengan makan siang.

Sore harinya, mereka mengikuti pendidikan formal seperti sekolah pada umumnya dengan bimbingan langsung dari guru-guru Sentra Pendidikan.

Setelah itu, pada malam hari, waktu mereka akan diisi dengan beberapa teori analisis untuk mengevaluasi kembali bagaimana perkembangan tiap-tiap anak.

Dalam menjalankan PFA, Wolfgang bersama kru pelatih mengadopsi pola latihan dengan Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia).

"Filosofi kita mirip-mirip Filanesia, soalnya out come target terakhir kita itu mereka bisa jadi pemain Indonesia, pemain profesional, atau main di Timnas," jelas mantan Asisten Pelatih Timnas Indonesia itu saat menggelar konferensi pers di MSC, Sabtu (25/3/2023).

Demi mencapai hasil maksimal, ada hal menarik dan belum pernah ada di Papua bahkan Indonesia yaitu bagaimana PFA secara bertahap terus meningkatkan volume latihan pesertanya.

Ketika sebelumnya anak-anak PFA mendapatkan porsi latihan 12 jam per minggu, kini jumlah waktu tersebut telah ditingkatkan menjadi 16 jam per minggu.

"Mudah-mudahan di bulan September, kita bisa meningkatkan lagi menjadi 20 jam per minggu. Itu targetnya. Soalnya Ini mirip-mirip dengan kuantitas volume latihan di Eropa," kata Wolfgang optimis.

Sebagai warga negara Austria berdarah Jerman, ada beberapa prinsip sepak bola Jerman yang tidak lupa ia masukkan ke dalam pendidikan PFA, yakni pembentukan karakter dan pola pikir pemain.

"Ini lebih ke sifat atau sikap. Soalnya bakat di Papua ini bagus-bagus, teknik oke, speed-nya oke, cuma harus dibarengi juga dengan pola hidup disiplin seperti atlet profesional. Itulah yang kita masukkan ke dalam PFA supaya mereka bukan cuma teknik dan taktik yang bagus, tapi juga tahu bagaimana dia harus hidup sebagai atlet top. Itu yang penting," terangnya.

Dalam beberapa kesempatan, anak-anak PFA juga diterbangkan ke luar Mimika, seperti ke Jayapura, Bali, hingga Pulau Jawa untuk melakoni laga persahabatan bersama tim-tim sepak bola lainnya.

Hal itu dilakukan untuk melihat perkembangan bakat anak, sekaligus menambah jam terbang serta menggembleng mental anak-anak PFA dalam menghadapi sebuah pertandingan.

Di luar teknis bermain bola, PFA juga memikirkan bagaimana kondisi psikologis anak didiknya. Untuk itu, PFA telah menerapkan sebuah program untuk melindungi anak, yaitu PFA Child Safeguarding.

Komite PFA Children Safeguarding Nugroho Setiawan melalui sebuah video di Kanal YouTube resmi PFA menjelaskan, program tersebut diadopsi dari FIFA Children Safeguarding.

"Ini adalah satu program keselamatan anak untuk menjamin anak-anak ini mencapai mimpinya. Dalam arti, sering mungkin terjadi bullying di antara mereka, atau situasi yang tidak safe dalam rangka latihan atau pun sekolah, sehingga ini yang kita lakukan di PFA untuk mereduksi hal-hal buruk itu," jelasnya.

Lebih lanjut Nugroho menuturkan, program PFA Child Safeguarding juga termasuk dalam pengajaran sopan santun, tata krama, serta bagaimana berinteraksi secara sosial, baik dengan sesama peserta, dengan para pelatih dan staf, maupun dengan orang luar.

"Jadi, kita harus menjaga keceriaan dan kegembiraan anak-anak ini mencapai mimpinya. Ini yang kita harus jaga. PFA ini program pro aktif yang memberikan bimbingan, pengasuhan, supaya anak terhindar dari bahaya. Kemudian menciptakan lingkungan yang ramah anak," tuturnya.

Papua Football Academy jelas bukan program yang main-main. Untuk dapat mencapai target, pemerintah sendiri telah merangkul banyak pihak untuk terlibat di dalamnya.

Hal itu dapat dilihat dari keseriusan Jokowi dalam memilih sponsor utama. Tak sampai di sana, pilihan ketat juga dilakukan termasuk bagaimana proses seleksi calon peserta yang bakal dididik oleh PFA dengan program-program pelatihan terbarukan di Papua.

Dapat Dukungan PT Freeport Indonesia

Seperti telah dikabarkan, Jokowi secara langsung meminta dukungan dan komitmen dari PT Freeport Indonesia (PTFI), sebuah perusahaan tambang emas yang beroperasi di Kabupaten Mimika, Papua Tengah.

“Saya minta komitmen PT Freeport untuk pembangunan SDM di Tanah Papua. Saya juga minta agar fasilitas-fasilitas yang dipakai untuk PON ini bisa terawat dengan baik, dan bangun akademi sepak bola di Papua. Dan hari ini, sudah terwujud yang namanya Papua Football Academy,” ujar Jokowi seperti yang dikutip dari website resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

Tak tanggung-tanggung, PTFI yang merupakan salah satu perusahaan tambang emas terbesar di dunia itu langsung memberikan dukungan seratus persen untuk membiayai semua kebutuhan PFA, baik peserta maupun para pelatih dan staf.

Sebagai sponsor tunggal dalam program ini, PTFI bersedia mendukung penuh dengan memberikan sejumlah fasilitas elit.

Sederet fasilitas tersebut misalnya asrama seluas 1000 m², dua lapangan outdoor, satu lapangan indoor, dan fasilitas pendidikan formal. Perlu dicatat, PTFI juga menanggung kebutuhan sehari-hari PFA ini.

Dari segi taktis. PTFI juga mendatangkan pelatih-pelatih ternama dengan reputasi baik seperti Wolfgang Pikal, Ardiles Rumbiak, Melki Parare, Hugo Oceano, dan beberapa nama lainnya untuk melatih, membimbing, serta membina anak-anak di PFA. Tujuannya tentu saja membuat anak didik menjadi individu yang kompetitif, kreatif, dan berdaya saing.

Untuk urusan pendidikan formal peserta PFA, PTFI melakukan kerja sama dengan Sentra Pendidikan di Mimika guna menyalurkan ilmu pengetahuan kepada peserta PFA dalam aktivitas pendidikan formal.

Direktur PTFI Claus Wamafma mengatakan, PFA akan menjadi portofolio baru dan komitmen jangka panjang PTFI pada bidang program investasi sosial.

"Kami punya komitmen jangka panjang. Kita akan melihat PFA ini ada sampai operasi penambangan Freeport selesai," ujar Claus yang juga merupakan penggila sepak bola.

Menurut dia, program investasi ini sangat penting demi keberlangsungan peradaban generasi Papua ke depannya.

"Kami tidak main-main, kami serius. Ini investasi yang sangat penting, tidak hanya untuk sepak bola Indonesia tetapi juga peradaban di Papua," kata Claus.

Dengan mendapatkan dukungan penuh dari Freeport, PFA pun turut bersungguh-sungguh dalam menjaring calon peserta didiknya.

Untuk diketahui, sebelum diluncurkan secara resmi oleh Presiden Jokowi, PFA telah melaksanakan proses seleksi di tiga kota sekaligus, yakni Kota Timika, Merauke, dan Jayapura.

Seleksi tidak hanya menyoroti soal bakat kepiawaian bermain bola sepak seperti skill individu, pemahaman taktik bermain, kondisi fisik, kepribadian, mentalitas, dan pemahaman instruksi pelatih. Di luar itu, ada juga penilaian tes psikologi, tes sidik jari, dan kesehatan calon peserta.

Dari jumlah total 477 anak yang mengikuti seleksi di tiga kota tersebut, PFA berhasil memboyong 30 anak yang benar-benar berbakat dan berkompeten untuk menjadi peserta didiknya selama dua tahun.

Target-target Pembinaan Talenta Papua

Sebagai sebuah akademi sepak bola modern di Indonesia khususnya di Papua, PFA tentunya memiliki peran besar dalam mengembangkan talenta-talenta muda yang tersebar di Bumi Cenderawasih.

PFA yang menjadi bagian dari Grand Desain Olahraga Nasional, diharapkan dapat melahirkan generasi Papua yang berkompeten dan mampu berdaya saing.

Sejak diresmikan hingga saat ini, PFA telah berjalan kurang lebih 8 bulan. Pada perencanaannya, para peserta PFA hanya dididik selama dua tahun.

Dalam melatih bibit-bibit muda Papua untuk menjadi pesepak bola profesional di kemudian hari, tentu jangka waktu dua tahun itu adalah waktu sangat singkat.

Hal itu pun diakui oleh Pelatih Kepala PFA, Ardiles Rumbiak. Menurut dia, untuk membawa anak-anak menjadi seorang atlet profesional pastinya membutuhkan waktu yang panjang, sekitar 8-10 tahun.

Akan tetapi, menjadi pemain profesional adalah target keberhasilan PFA yang paling terakhir. Saat ini, PFA tetap berfokus untuk menghasilkan generasi Papua yang berkarakter baik dengan pola pikir yang lebih maju.

"Di PFA ini yang pertama bagaimana kita mengubah mindset anak-anak Papua. Pendidikan kedua yaitu sepak bola akan ikut mengalir," jelas Ardiles.

"Kita di Papua selalu kesulitan di lifestyle, kebiasaan hidup kita yang kasar, tidak disiplin, respect, attitude itu. Menurut saya, kalau di bagian itu yang lebih diutamakan mindset-nya, otomatis 5-10 tahun ke depan anak-anak Papua akan banyak di liga Indonesia atau di luar negeri," terangnya menambahkan.

Satu target lainnya yang juga menjadi fokus PFA saat ini adalah ketika peserta didik selesai mengenyam pendidikan di PFA, mereka dapat diterima di Elit Pro Akademi.

"Itu pun satu target yang bagus, tapi kalau nantinya ada beberapa yang tidak masuk ke sana, saya rasa mereka juga akan tetap sukses dengan bekal yang sudah kita berikan selama dua tahun. Mereka akan jadi manusia yang sopan, ber-attitude, dan produktif di dalam komunitas mereka. Menurut saya itu juga termasuk kesuksesan PFA," tandas Ardiles. (Endy Langobelen)

Top