Umat Katolik Katedral Tiga Raja Maknai Jumat Agung Sebagai Wujud Kerendahan Hati


Perayaan misa Jumat Agung di Gereja Katedral Tiga Raja, Timika, Papua Tengah, Jumat (29/3/2024).

MIMIKA, BM

Ribuan umat Katolik mengikuti perayaan misa Jumat Agung di Gereja Katedral Tiga Raja, Timika, Papua Tengah, pada Jumat (29/3/2024) sore.

Misa yang dimulai pukul 15.00 WIT itu dipimpin Pastor Amandus Rahaded, Pr, selaku Pastor Paroki Tiga Raja.

Dalam khotbahnya, Pastor Amandus mengajak umat untuk menghayati kisah sengsara Yesus sebagai wujud kerendahan hati.

Di hadapan para umat, dia menjelaskan bagaimana penderitaan Yesus saat disiksa dengan dicambuk, dipaku, hingga wafat di kayu salib, seperti yang dinyanyikan dalam pasio kisah sengsara Yesus.

"Apakah engkau bisa membayangkan dari kisah tadi yang dinyanyikan, darah itu muncrat dari kaki, dari tangan. Darah itu mengalir deras keluar dari lambung yang tertikam itu. Dapatkah engkau rasakan atau mendengar rintihan dan tangisan Yesus," ujarnya.

Bahkan ketika Yesus memanggil Allah Bapa, diri-Nya seolah-olah merasa ditinggalkan dan mesti menjalani penderitaan.

"Bapa, kenapa Engkau meninggalkan Aku? Seakan-akan dari tangisan itu Bapa di surga meninggalkan yesus sendirian dalam kesengsaraan, sepertinya Bapa memalingkan wajah dari yesus yang menderita," tutur Pastor Amandus.

"Dapatkah engkau membayangkan rasa sakit saat Yesus tergantung dengan tubuh nyaris telanjang tanpa pakaian sementara para serdadu beridiri di bawah kaki salib dan menertawakan dia. Apakah anda bisa membayangkan itu," imbuhnya.

Penghormatan dan perarakan Salib Kristus

Pastor Amandus kemudian menyampaikan bahwa setiap orang memiliki kisah sengsara dalam sesi-sesi kehidupan dari hari ke hari.

Dia mencontohkan sebuah kisah sengsara yang terjadi di Paroki Tiga Raja menjelang pekan suci yang mana salah dua komunitas basis (kombas) menarik diri dari panitia paskah lantaran merasa tersinggung.

Pastor Amandus menyayangkan hal itu dan menilai kedua kombas tidak bisa menahan penderitaan atau kesengsaraan yang dialami.

"Anda mendengar dentuman martelu dari kayu salib Yesus, engkau marah karena tidak dihargai, pendapatmu tidak didengar, lalu menarik diri dari panitia Paskah. Yesus lebih tidak dihargai dan dia tergantung telanjang di salib. Itu penghargaan yang sama sekali di bawah nol, tapi Yesus tidak menarik diri," tandasnya.

"Kau tersinggung karena kau tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama. Ingat, yesus lebih miris karena Bapa di surga seakan-akan tidak mendengar Dia. Kau menarik diri dari panitia sebagai tanda protes karena engkau mau tunjuk bahwa engkau penting. Ingat, Yesus tidak membela diri dengan menarik diri dari keharusan untuk memikul salib," lanjutnya.

Menurut Pastor Amandus, sebagai umat yang mengikuti Yesus, sudah seharus mendengar dan menjalani teladan yang diberikan Yesus dalam kisah sengsara-Nya.

"Bunyi martelu yang jatuh pada kayu salib akan selalu menggema dalam perjalanan hidup kita. Gaung martelu pada kayu salib yesus akan tetap bergema dalam pergumulan kisah sengsara kita," katanya.

Untuk itu, selaku Pastor Paroki, Amandus mengimbau kepada umat untuk tetap rendah hati untuk menerima kondisi yang tidak nyaman.

"Cobalah untuk rendah hati mencari kebenaran lewat peristiwa-peristiwa yang menyakitkan. Rendah hati untuk memperjuangkan kebenaran tanpa harus menarik diri dari kisah sengsara hidupmu seperti yang ditunjukkan oleh Yesus dalam kisah sengsara-Nya," ujarnya.

"Kami tahu, engkau sakit hati, tapi Yesus lebih sakit hati dari engkau. Tuhan memberkati kita. Tuhan memberkati umat katolik katedral. Tuhan memberkati umat wilayah Melkior. Tuhan memberkati panitia yang bergumul untuk menyukseskan hari raya Paskah. Amin," pungkasnya. (Endy Langobelen

 

Top