Jika Pajak Dan Retribusi Daerah Tidak Diatur Dalam Satu Perda, Mimika Terancam Tidak Bisa Lakukan Penarikan

Kepala Bapenda Mimika, Dwi Cholifah

MIMIKA, BM

Seluruh jenis pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) yang menjadi kewenangan provinsi maupun kabupaten/kota harus diatur di dalam 1 peraturan daerah (perda) saja.

Pasalnya, merujuk pada Pasal 94 undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), hal-hal mengenai jenis pajak dan retribusi, subjek, objek, hingga tarif diatur dalam 1 perda.

Perlu dipahami, pada undang-undang nomor 28 tentang PDRD tidak memberikan batasan mengenai jumlah perda tentang PDRD di daerah. Akibatnya, setiap pajak bisa memiliki perda tersendiri.

Bila kabupaten/kota memungut 11 jenis pajak daerah, maka kabupaten/kota tersebut bisa memiliki 11 perda yang mengatur tentang pajak daerah tersebut.

Dengan demikian maka pemda memiliki waktu 2 tahun untuk menyesuaikan peraturan daerah (perda) tentang pajak daerahnya masing-masing karena hal ini telah ditegaskan dalam undang-undang HKPD.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Mimika Dwi Cholifa mengatakan, di Mimika ada 10 jenis pajak dan hampir setiap pajak memiliki perda tersendiri semisal perda pajak hotel dan perda reklame masing-masing berdiri sendiri.

"Artinya kita harus merevisi semua undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah kita. Makanya 2 minggu lalu kita sudah kumpul dengan beberapa OPD pemungut retribusi kita minta beberapa data potensi, SOP, regulasi kemudian kami finalkan juga untuk pajak daerah minggu ini," kata Kepala Bapenda Dwi Cholifa saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (26/7/2022).

Dwi mengatakan, untuk merevisinya Pemda Mimika akan bekerjasama dengan Uncen dalam membuat naskah akademis.

Setelah itu akan disosialisasikan ke wajib pajak buat pajak dareah, retribusi ke wajib retribusi termasuk OPD pemungut untuk meminta masukan kembali.

"Setelah di sosialisasikan lalu di olah kembali oleh Uncen bersama kami baru jadi rancangan Perda. Rancangan Perda itu kemudian kita bawa ke DPRD untuk di paripurnakan. Lalu itu kita bawa ke provinsi dan pusat untuk di evaluasi," Tutur Dwi.

Katanya, bukan hanya Mimika namun hal ini berlaku untuk semua Bapenda di seluruh Indonesia. Saat ini hampir semua daerah sedang menyiapkannya.

Namun untuk saat ini Mimika termasuk yang pertama karena sudah dalam proses pengajuan sementara kabupaten kota lainnya terutama di Papua belum melakukannya.

"Jadi kita harus cepat, karena kalau lewat 2 tahun itu tidak boleh di tarik dulu pajak dan retribusinya. Tahun ini harus selesai karena DPRD punya pembahasan Perda non APBD sampai November kalau itu terkejar yah kita bisa lakukan tahun depan Perda barunya," Tegasnya.

Menurutnya, banyak perubahan yang akan terjadi dengan adanya undang-undang baru ini. Salah satunya, PBB yang dulu tarifnya 0,2 sekarang maksimum bisa mencapai 0,5 persen.

"Jadi dari sektor PBB PTFI kita bisa naik. Jadi nanti dengan Uncen itu ada 3 kajian yakni kajian tarif, makro ekonomi dan kajian ekonomi daerah, artinya harga-harga di daerah," tuturnya.

Undang-undang baru ini, kata Dwi sangat memudahkan Bapenda Mimika karena dana transfer selama ini besar. Dengan menjadi satu Perda maka akan lebih fleksibel, efisien dan efektif dalam penganggarannya nanti.

"Undang-undang HKPD telah disahkan dan diundangkan oleh pemerintah pada 5 Januari 2022. Dengan demikian, pemda memiliki ruang untuk menyesuaikan perda hingga 5 Januari 2024 mendatang," tutup Dwi. (Shanty)

Top