15 Jurnalis Perempuan Mimika Dapat Tambahan Ilmu Dari Penulis Kalis Mardiasih
Foto bersama JPM dan Kalis Mardiasih
MIMIKA, BM
Jurnalis Perempuan Mimika (JPM) belajar peran jurnalis perempuan dalam isu gender dengan Penulis Opini sekaligus Aktivis Muda Nahdatul Ulama (NU), Kalis Mardiasih di Gedung Kolektif Collaboration Space Alan Watuh, Jogjakarta, Senin (22/1/2024).
Kegiatan yang dikemas dalam Workshop Jurnalis dan Kesetaraan Gender ini diikuti 15 jurnalis perempuan dari berbagai media di Mimika.
Diketahui Kalis Mardiasih yang lahir pada 16 Februari 1992 adalah seorang penulis opini dan aktivis muda Nahdlatul 'Ulama (NU) lulusan Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Ketua JPM, Elsina Mnsen mengatakan, kegiatan ini tujuannya untuk memberikan pengetahuan secara umum kepada jurnalis perempuan Mimika untuk memberitakan tentang kesetaraan gender.
“Semoga kita bisa fokus untuk mendapatkan materi dan saling memberikan masukan dalam kegiatan ini, ini sebagai penambahan ilmu dan pemahaman bagi kita semua,”kata Echy sapaan akrabnya.
Ia juga berterimakasih kepada narasumber Kalis Mardiasih yang boleh menerima JPM di Jogja dan memberikan materi dalam Workshop ini.
Dalam paparannya, Kalis Mardiasih memberikan tips-tips bagaimana membuat tulisan tanpa menuliskan istilah-istilah yang memojokkan perempuan.
Kalis Mardiasih juga memaparkan beberapa istilah yang sebaiknya tidak digunakan dalam pemberitaan atau judul berita seperti kata janda, sebaiknya diganti dengan ibu tunggal atau perempuan kepala keluarga.
Selain itu jika ada berita tentang kehamilan diluar nikah, sebaiknya diganti dengan kehamilan tidak diinginkan.
“Kehamilan diluar nikah ini istilah sangat diskriminatif, stigma moral yang buat mereka semakin tidak diterima di keluarga, masyarakat juga faskes,” kata Kalis.
Menurutnya tulisan-tulisan yang dibuat seharusnya bisa memberikan keadilan bagi perempuan sebagai korban. Jangan sampai korban jadi korban gara-gara tulisan pemberitaan.
“Saat kita menulis menyudutkan korban maka, korban akan lebih menjadi korban dimana saat kita mengambil berita pencabulan namun yang kita tonjolkan terjadinya pencabulan dikarenakan korban menggunakan pakaian yang minim maka akan ada komentar bahwa korbanlah yang salah, maka mulai saat ini kita bisa mengubah presepsi dengan jangan memberikan ruang bagi pelaku,”ujarnya.
Ia menjelaskan dalam penulisan berita pun bisa diubah sehingga menjadi berita yang positif misalnya Pernikahan Usia Dini bisa diganti dengan Pernikahan Usia Anak (PUA), Kehamilan diluar Nikah bisa diubah Kehamilan Tak Diinginkan (KTD), Janda bisa diubah (Perempuan Kepala Keluarga), TKW, Pekerja Migran Indonesia.
“Kita gunakan kata-kata yang positif dan baik sehingga memunculkan pemberitaan yang positif,” ungkapnya.
Ia menambahkan, seorang perempuan harus saling merangkul saling mendukung terhadap sesama perempuan, sehingga apa yang terjadi pada perempuan maka harus saling mengingatkan.
“Mari kita sama-sama membongkar pikiran kita tinggalkan kata-kata yang sebenarnya melecehkan perempuan, gunakan kata-kata yang baik kepada semua orang terutama sesama perempuan,”pungkasnya. (Shanty Sang)