Suasana pertemuan koordinasi di Hotel Horison, Selasa (12/7/2022) malam
MIMIKA, BM
Perjuangan sebagian masyarakat Mimika agar penetapan Provinsi Papua Tengah di Mimika masih terus dilakukan.
Bahkan agar perjuangan ini mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat, maka pada Rabu (11/7/2022), rencananya akan dilakukan demo dengan menghadirkan ribuan orang di areal PT Freeport Indonesia.
Hal ini disepakati secara bersama pada pertemuan Koordinasi Masyarakat 7 Suku bersama Masyarakat Nusantara Wilayah Adat Mee Pago tentang Ibu Kota Provinsi Papua Tengah di Mimika.
Pertemuan di Hotel Horison, Selasa (12/7/2022) ini menghadirkan sejumlah perwakilan 7 suku dan masyarakat nusantara yang dipimpin oleh koordinator kegiatan, Agustinus Anggaibak.
Awalnya, pertemuan ini juga dihadiri oleh perwakilan Pemda Mimika yang diwakili oleh Kepala Kesbangpol Mimika Yan Slamet Purba dan Direktur YPMAK Vebian Magal.
Namun sebelum keputusan terkait rencana aksi ini disepakati secara bersama di akhir pertemuan, keduanya telah meninggalkan ruangan di tengah -tengah acara masih berlangsung.
"Kesimpulan dari pertemuan hari ini, (Senin-red) adalah besok (Selasa-hari ini) kami lakukan persiapan untuk demo nanti pada hari Rabu. Demo tutup PT Freeport Indonesia," ujarnya.
Menurut Agus, mereka menilai bahwa PT Freeport Indonesia merupakan dalang dibalik semua keputusan Nabire ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Papua.
"Seharusnya di Mimika tapi malah seenaknya langsung pindah begitu saja. Tidak ada kabar, tidak ada angin langsung pindah ke Nabire. Sementara kalau dilihat dari infrastruktur pembangunan di Nabire dan Mimika, kita di sini lebih layak, bahkan dalam segala hal," ungkapnya.
Agus masih mempertanyakan alasan mendasar apa sehingga Nabire dengan mudahnya di last minutes perjuangan, dipilih negara sebagai Ibu Kota Papua Tengah.
"Nabire itu daerah gempa, kajian akademisi sudah sangat jelas bahwa yang layak dalam segala hal adalah Mimika. Kenapa bisa dipindahkan? kita curiga dan yakin bahwa Freeport adalah dalangnya," katanya.
Ia mengatakan aksi menutup PT Freeport Indonesia ini bahkan direncanakan akan terus dilakukan sampai ada hasil dari pemerintah pusat.
"Artinya keputusan pemerintah pusat bahwa ibu kota Papua Tengah itu sudah kembali ke Mimika," ujarnya.
Awal aksi penutupan PTFI besok, menurut Agus Angaibak akan di sentralkan di check point 28. Jika aksi ini masih saja tidak digubris pusat maka akan dilakukan dalam skala yang lebih besar.
"Akses porsait dan tembagapura kita tutup. Kalau check point kita tutup dan tidak ada informasi dari pusat maka kami akan akan palang total dan tidak boleh lagi ada akses," tegasnya.
"Aksi besok ini paling kurang 1000 orang. kita akan jalan kaki. Titik akses dari Kwamki Narama turun ke 28, dan dari Mimika Baru jalan kaki menuju ke sana. Kita mulai dari pagi, siang kita sudah tutup, di atas sudah palang," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa aksi besok nanti tidak hanya melibatkan Orang Asli Papua saja namun namun juga masyarakat nusantara.
"Karena aksi ini tujuannya bukan hanya untuk orang Papua saja tapi semua kepentingan masyarakat. Sehingga orang Jawa, Sulawesi, Sumatra, Maluku yang ada di Timika berarti dia orang Timika. Begitu juga dengan yang lain. Mereka harus bergabung karena jadi bagian dari masyarakat Mimika. Masyarakat Ibu Kota Provinsi Papua Tengah dan berada di wilayah adat Mee Pago," terangnya.
Ia kembali mengatakan bahwa tujuan aksi hanya satu yakni mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat bahkan dunia internasional agar Ibu Kota Papua Tengah dikembalikan ke Mimika.
"Hasil alam kami sudah hancur tapi suara kami itu tidak di dengar. Maka itu tidak ada alasan untuk pemerintah pusat mau memindahkan ibu kota ke tempat lain. Ini semua bisa terjadi karena ada intervensi PT Freeport dan kami sangat yakin itu," ungkapnya.
"Kalau suara kami tidak didengar maka tidak boleh ada Freeport di sini, sekalipun negara kita sudah dapat 51 persen saham Freeport. Untuk apa juga mereka ada tapi kami tidak di dengar? Lebih baik usir saja," tegasnya.
Dalam pertemuan ini, sejumlah pihak juga mengakui hal tersebut. Mereka beranggapan bahwa sekecil apapun keputusan Nabire sebagai Ibi Kota Papua Tengah, ada campur tangan PT Freeport Indonesia di dalamnya.
Penilaian ini menurut mereka berasalan karena didasari pada putusan pengalihan pembangunan smelter peleburan tembaga yang dulunya digaunkan dan direncanakan di bangun di Papua namun dalam sekejap dipindahkan ke Gresik.
Selain itu, dalam pertemuan koordinasi ini, mereka juga meminta agar pertemuan seperti ini seharusnya dihadiri oleh Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Bupati Puncak Welem Wandik.
Hal ini kemudian disampaikan kepada Kesbangpol Mimika untuk difasiltasi agar hadir di rencana pertemuan selanjutnya.
Perlu diketahui, Walau PT Freeport Indonesia dituduh sebagai pemain belakang layar dibalik keputusan Nabire sebagai Ibu Kota Papua Tengah namun pernyataan dan opini ini sebenarnya sudah mendapatkan respon secara tegas oleh manajemen PT FI.
Pada BM edisi, Selasa (5/7/2022), pekan lalu, PT Freeport Indonesia menegaskan bahwa mereka tidak terlibat sedikitpun dalam proses politik penentuan Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Papua Tengah yang beribukota saat ini di Nabire.
Pernyataan tegas ini disampaikan langsung oleh VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia, Riza Pratama saat dihubungi BeritaMimika, Senin (4/7/2022).
"PTFI tidak pernah terlibat dalam hal pemekaran provinsi dari dulu sampai sekarang," tegasnya.
Riza Pratama mengatakan bahwa PTFI patuh dan tunduk pada hukum dan kebijakan pemerintah sehingga tidak ada alasan apapun bagi manajemen untuk terlibat dalam berbagai persoalan terutama yang berhubungan dengan pemekaran.
"PTFI adalah entitas bisnis yang tunduk terhadap hukum dan kebijakan Pemerintah RI. Dan sesuai kebijakan perusahaan, kami tidak dapat ikut terlibat dalam keputusan politik apa pun, tidak terkecuali penentuan Daerah Otonomi Baru (DOB)," ungkapnya.
Ia berharap penjelasan ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak terhasut atau terprovokasi dengan persoalan dan dinamika yang akhir-akhir ini berhubungan dengan pemekaran, apalagi dihubungkan dengan keberadaan PTFI di Mimika.
Menurutnya, keberadaan PTFI di Papua akan terus bersinergi bersama pemerintah dan masyarakat, dan PTFI juga tetap akan berkontribusi dalam hal lain seperti memberikan dukungan pengembangan ekonomi, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. (Ronald Renwarin)