Hukum & Kriminal

Kajati Papua Melakukan Akrobatik Hukum: Abaikan Putusan Sela Dan Minta Non Aktifkan Plt Bupati Mimika

Marvey Dageubun, Ketua Tim Kuasa Hukum Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob

MIMIKA, BM

Penerapan hukum yang serampangan dari KEJATI PAPUA serta upaya kriminalisasi terhadap Plt Bupati Mimika yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua makin menjadi-jadi.

Setelah dakwaan JPU batal demi hukum, kini beberapa oknum di lembaga tersebut malah mempertontonkan penerapan hukum yang makin krusial.

Demikian disampaikan tim kuasa hukum Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob melaui release yang disampaikan kepada BeritaMimika, Kamis (18/5/23)

Sebagaimana diketahui, dalam amar putusan sela Kamis (27/4), majelis hakim menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum No.Reg Perkara : PDS- 02/TMK/02/2023, tertanggal 1 Maret 2023 batal demi hukum.

Setelah putusan diucapkan pada hari itu juga tim JPU langsung menyatakan verset sebagaimana relaas pemberitahuan pernyataan verset Nomor : 1/Akta.Verset.Pid.Sus-TPK/2023 /PN JAP.

Namun, pada hari Rabu tanggal 3 Mei 2023 Tim JPU telah mencabut pernyataan Verset sebagaimana relaas pencabutan pernyataan Verset Nomor : 1/Akta.Verset.Pid.Sus-TPK/2023 /PN JAP .

"Bahwa konsekwensi dengan dicabutnya pernyataan Verset maka secara hukum putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap ( inkracht )".

Dari amar Putusan Sela Pengadilan Tindak Korupsi pada Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura yang menyatakan, bahwa Surat Dakwaan Jaksa/Penuntut Umum batal demi hukum seperti terurai di atas, dan tidak ada amar putusan yang berbunyi "Memerintahkan untuk mengembalikan berkas perkara kepada Jaksa/Penuntut Umum”

Justru itu timbul pertanyaan dan pertanyaan ini adalah pertanyaan hukum, bahwa berkas perkara yang mana yang dijadikan Jaksa/Penuntut Umum sebagai dasar untuk mengajukan kembali Surat Dakwaan yang diperbaiki atau disempurnakan yang akan dibacakan oleh Jaksa/Penuntut Umum pada tanggal 23 Mei 2023.

Dengan tidak dinyatakan dikembalikannya berkas perkara kepada Jaksa/ Penuntut Umum dalam putusan a quo maka Jaksa Penuntut Umum sebenarnya harus mengulangi pemeriksaan terhadap terdakwa dari awal melalui penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dari Kejaksaan Negeri Mimika / Kejaksaan Tinggi Papua.

Dengan diajukannya kembali terdakwa ke persidangan maka kami Tim Penasihat Hukum ingin bertanya kepada Tim Jaksa/Penuntut Umum atas dasar berkas yang mana Jaksa/Penuntut Umum mengajukan perkara ini?

Andaikata atas dasar berkas yang lama yang sudah menjadi arsip pengadilan dan seharusnya sudah diminutasi maka tidak ada kewajiban pengadilan untuk menyerahkan/mengembalikan berkas perkara tersebut kepada Jaksa/ Penuntut Umum oleh karena dalam amar putusan pengadilan tidak ada dinyatakan dikembalikan kepada jaksa/Penuntut Umum.

Apabila dalam hal Surat Dakwaan tidak memenuhi syarat formal Jaksa/ Penuntut Umum dapat mengajukan kembali perkara tersebut, baik me- nyangkut orang lain ataupun orang yang sama sebagai pelaku tindak pidana.

Namun, dalam hal Surat Dakwaan tidak memenuhi syarat material sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b maka Jaksa/Penuntut Umum tidak dapat lagi mengajukan tuntutan terhadap terdakwa tersebut dengan alasan hukum bahwa dengan dinyatakannya Dakwaan Batal Demi Hukum, maka kejadian material seperti yang diuraikan dalam Surat Dakwaan dianggap tidak pernah ada (NULL AND VOID).

Menurut Pasal 143 ayat (3) KUHAP dengan tegas menyatakan bahwa tidak dipenuhinya syarat-syarat material, Surat Dakwaan menjadi BATAL DEMI HUKUM dalam pengertian menurut hukum sebagai VAN RECHTSWEGE NIETIG atau NULL AND VOID, yang berarti secara yuridis dan sejak semula tidak pernah ada tindak pidana seperti yang dilukiskan dalam Surat Dakwaan itu.

Sebagai Implikasi Yuridis, dari suatu Surat Dakwaan yang NULL AND VOID dengan alasan Batal Demi Hukum, maka sebagai akibat hukumnya terdakwa harus dikembalikan dalam keadaan semula, sebagai orang yang bebas, karena akibat hukum dari VAN RECHTSWEGE NIETIG adalah EX NUNC, dan menurut hukum segala sesuatunya baik hak dan kewajibannya kembali seperti semula (RESTITUTIO IN INTEGRUM).

Karena kejadian material yang diuraikan Jaksa/Penuntut Umum menurut hukum dianggap tidak pernah ada maka sesuai asas hukum RECHTSZEKERHEID (kepastian hukum), dan asas DOELMATIGHEID sebagai asas dayaguna, serta asas RECHTMATIGHEID (asas legalitas).

Terdakwa tidak dapat diajukan lagi atas dasar materi dakwaan yang sama, dengan alasan, bahwa "KEPUTUSAN" Pengadilan yang menyatakan Dakwaan Jaksa Batal Demi Hukum (VAN RECHTSWEGE NIETIG) merupakan keputusan yang dijatuhkan dalam suatu proses pemeriksaan perkara, sehingga prinsip NE BIS IN IDEM beralasan untuk diterapkan dalam hal tersebut.

Dengan uraian hukum tersebut di atas menjadi pertanyaan, mengapa Kajati Papua Surati Mendagri dan Plh Gubernur Papua Tengah agar JR diberhentikan?. Sejak putusan sela pak JR berstatus bebas hukum, bukan tersangka atau terdakwa karena dakwaan sudah dibatalkan.

Point-point alasan yang disampaikan Kajari Papua terancam bisa dibawa ke rana pidana, karena Kajati Papua menuduh JR tanpa bukti dan ini jelas pencemaran nama baik.

Secara hukum, surat itu tidak sah, tidak punya kewenangan dan melangkahi aturan. Pertanyaannya, ada apa dengan Kajati Papua sampai ngotot untuk nonaktifkan Plt Bupati Mimika? (Red)

21 Orang Ditangkap di Yahukimo, Polda Papua: Diduga KKB

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Ignatius Benny Ady Prabowo, S.H., S.I.K., M.Kom

MIMIKA, BM

Pada Selasa (16/5/2023) pagi, telah beredar informasi di beberapa grup WhatsApp yang menyebutkan bahwa Polres Yahukimo, Papua Pegunungan, telah melakukan penangkapan liar terhadap sejumlah warga sipil.

Dikatakan bahwa penangkapan itu dilakukan pada dini hari sekitar pukul 03.00 waktu setempat di Jalan Kompleks Brasa, tepatnya di Honai Bogum Yahukimo.

"Info urgent!! Hari Selasa subuh, tanggal 16 Mei 2023 pukul 3: 00, penangkapan liar kembali terjadi terhadap warga sipil oleh kapolres Yahukimo," tulis keterangan tersebut.

Adapun nama-nama dari 21 orang tersebut yakni sebagai berikut.

1. Yas Menegei
2. kepala Kampung Yerikho
3. Kepala Kampung Bogum
4. Martinus Gandeng
5. Sier Payage
6. Natan Payage
7. Babe Heluka
8. Aminus Senik
9. Temanius Payage
10. Obet Heluka
11. Ham Heluka
12. Matius Menegei
13. Paulus Gandeng
14. Petrus Senik
15. Elia Sikap
16. Mianus Sigap
17. Kenis menegei
18. Yonius payage
19. Emu Sigap
20 Herman Giban
21. Hanus Lapie

Di dalam keterangan itu juga tertera permintaan bantuan hukum bagi 21 orang warga sipil yang telah ditangkap secara liar.

"Mohon pantauan oleh seluruh Lembaga Bantuan Hukum West Papua Indonesia, informasi ini kami terima langsung dari TKP!!" tulis keterangan tersebut.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Ignatius Benny Ady Prabowo, S.H., S.I.K., M.Kom., saat dikonfirmasi membenarkan adanya penangkapan terhadap 21 orang di Yahukimo, Papua Pegunungan.

Dia mengatakan bahwa penangkapan itu dilakukan lantaran 21 orang tersebut diduga sebagai bagian dari kelompok kriminal bersenjata (KKB).

"Penangkapan diduga KKB dan simpatisan KKB. Sementara sedang dalam investigasi," ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp, Selasa (16/5/2023) siang. (Endi Langobelen

 

Sidang Bacaan Tuntutan Tiga Terdakwa Kembali Ditunda, Keluarga Korban Nilai Sangat Lambat

Tiga terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap empat korban warga sipil saat berada dalam ruang sidang

MIMIKA, BM

Sidang bacaan tuntutan terhadap tiga terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap empat korban warga sipil kembali ditunda, sehingga membuat keluarga korban menilai proses hukum berjalan sangat lambat.

Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua sekaligus tim kuasa hukum keluarga korban, Gustaf Kawer seusai sidang di Pengadilan Negeri Kota Timika, Jumat (05/05/2023) kemari mengatakan hal tersebut. 

"Kita hitung ini penundaan yang sudah ke lima kalinya dan kita pikir akan membuat peradilan jadi jauh dari asas persidangan yang cepat dan biaya murah. Bayangkan keluarga korban yang menuntut keadilan harus bolak balik serta membuang waktu begitu saja,"ungkap Kawer.

Terkait dengan sidang yang sering ditunda, kata Gustaf Kawer, keluarga korban sempat ingin ke kejaksaan untuk mempertanyakan hal ini secara langsung.

"Memang ini ada disparitas antara peradilan negeri dengan militer. Kalau sidang militer itu prosesnya cepat sampai pada putusan, kalau yang ini tuntutannya kita katakan sangat lambat, ini ada apa?! ujarnya heran.


Ia menegaskan jika sampai ditunda lagi maka konsekwensinya bisa fatal karena terdakwa bisa saja keluar bebas demi hukum
.

"Saya pikir jaksa dan hakim harus cerdas supaya dampaknya itu ada keadilan buat keluarga korban, dan itu yang kita harapkan,"tegas Gustaf.


Selain itu kata Gustaf jika Senin nanti sidang kembali ditunda maka kemungkinan akan ada aksi-aksi dari keluarga korban.

"Saya akan pikirkan seperti itu, hal ini sebagai bentuk presur agar prosesnya cepat," ujarnya. (Ignasius Istanto

Top